BELANJA PERPAJAKAN MENINGKAT, Daya Kerek Investasi Terbatas

23 August 2022

BisnisIndonesia, Selasa, 23/08/2022 02:00 WIB

Bisnis, JAKARTA — Membengkaknya belanja perpajakan atau tax expenditure yang dikucurkan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan investasi terpantau timpang. Hal itu tecermin dari tidak liniernya pertumbuhan belanja prpajakan untuk mendukung iklim investasi dengan realisasi penanaman modal.n

Pemerintah dalam Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 mengestimasi, belanja perpajakan pada tahun lalu mencapai Rp309,7 triliun.

Angka tersebut naik sebesar 22,7% dibandingkan dengan realisasi belanja perpajakan pada 2020 yang tercatat hanya Rp252,4 triliun.

Adapun, pertumbuhan belanja perpajakan untuk tujuan meningkatkan iklim investasi pada tahun lalu diperkirakan mencapai Rp49 triliun, tumbuh hingga 14,21% dibandingkan dengan realisasi 2020 yang senilai Rp42,9 triliun.

Akan tetapi, realisasi penanaman modal sepanjang tahun lalu hanya tumbuh 8,91% yakni dari Rp826,3 triliun pada 2020 menjadi Rp901,2 triliun.

Pemerintah dalam Nota Keuangan Beserta RAPBN 2023 menjelaskan, kenaikan belanja perpajakan tersebut didorong oleh meningkatnya pemanfaatan insentif, serta mengindikasikan adanya geliat di lingkungan dunia usaha.

“Makin pulihnya perekonomian nasional meningkatkan kegiatan produksi dan konsumsi, sehingga pemanfaatan insentif perpajakan yang mendukung kegiatan tersebut juga makin tinggi,” tulis pemerintah dalam laporan yang dikutip Bisnis, Senin (22/8).

Sekadar informasi, ada sederet insentif untuk mendukung iklim investasi yang masuk ke dalam laporan belanja perpajakan.

Di antaranya adalah tax holiday, tax allowance, investment allowance, hingga super tax deduction.

Dari sejumlah insentif tersebut, tax holiday dan tax allowance menjadi fasilitas yang banyak dimanfaatkan oleh wajib pajak atau investor.

Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mencatat, tax holiday sepanjang tahun lalu diajukan oleh 23 wajib pajak, tax allowance mencapai 17 wajib pajak, sedangkan investment allowance hanya tiga wajib pajak.

“Wajib pajak lebih memilih fasilitas lain sepeti tax allowance, tax holiday, atau KEK ,” kata Direktur Penyuuhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor kepada Bisnis, belum lama ini.

Investment allowance memang memberikan persyaratan yang berbeda dibandingkan dengan insentif lain. Berkaca pada PMK No. 16/2020, ada tiga syarat utama bagi wajib pajak untuk dapat memanfaatkan fasilitas itu.

Pertama, penerima fasilitas harus wajib pajak badan dalam negeri. Kedua, melakukan kegiatan usaha sesuai bidang usaha dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2017, memiliki cakupan produk tertentu, pada daerah tertentu, dan dengan persyaratan tertentu.

Ketiga, mempekerjakan tenaga kerja Indonesia (TKI) atas penanaman modal yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) minimal sebanyak 300 orang. Syarat ketiga inilah yang sulit dipenuhi oleh investor.

Ketentuan jauh lebih mudah berlaku untuk tax holiday, yakni mengacu pada PMK No. 130/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

Dalam beleid itu, syarat untuk mendapatkan fasilitas tax holiday jauh lebih terjangkau bagi calon pemodal.

Di antaranya merupakan industri pionir, melakukan penanaman moda baru, nilai investasi minimal Rp100 miliar, dan berkomitmen mulai merealisasikan rencana penanaman modal paling lambat satu tahun setelah diterbitkannya keputusan pengurangan PPh Badan.

Adapun, ketentuan tax allowance diakomodasi dalam PMK No. 96/2020 tentang Perubahan Atas PMK No. 11/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 78/2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.

Syaratnya, wajib pajak badan harus berinvestasi pada sektor usaha tertentu dan di daerah tertentu, serta memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu.

Berkaca pada data tersebut, baik tax holiday maupun tax allowance memang tidak mencantumkan syarat perekrutan tenaga kerja sehingga lebih mudah dijangkau oleh wajib pajak korporasi.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, insentif tetap perlu dikucurkan oleh pemerintah untuk menarik investasi.

PEMBENAHAN

Namun, kebijakan itu perlu diimbangi dengan berbagai langkah dalam rangka membenahi ekosistem serta iklim penanaman modal.

“Di luar insentif, perbaikan iklim berusaha bisa menjadi bahan yang dijual ke investor agar mau berinvestasi di Indonesia,” katanya.

Yusuf menambahkan, pemangku kebijakan memang perlu bersiasat untuk menyusun instrumen insentif lebih tepat sasaran di tengah upaya konsolidasi fiskal.

Tujuannya adalah menjaga keseimbangan antara realisasi belanja perpajakan dengan penanaman modal yang masuk ke Tanah Air.

Terlebih, investasi merupakan salah satu motor penggerak ekonomi setelah konsumsi rumah tangga. “Investasi masih perlu diupayakan untuk memenuhi target .”