Cukai Naik 10%, Pengusaha Rokok Mau Minta Tolong ke Jokowi

08 November 2022

Sylke Febrina Laucereno – detikFinance
Selasa, 08 Nov 2022

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk tahun 2023 dan tahun 2024 dengan rata-rata tertimbang 10%. Sri Mulyani menyampaikan hal itu di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/11) lalu.
Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan tak setuju dengan kabijakan ini. Ia industri berharap bisa bertemu secara langsung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadu.

Henry ingin Jokowi mendengar langsung kondisi dan fakta industri hasil tembakau (IHT) legal yang banyak mengalami tekanan berbagai kebijakan sebagai rokok heritage yang kontribusinya sangat strategis bagi negara.

“Audiensi ini kami harapkan dapat mewujudkan kebijakan yang berbasis fakta, adil dan kondusif ke depan bagi kelangsungan usaha IHT legal terutama untuk mengurangi ancaman maraknya peredaran rokok ilegal,” kata Henry dalam keterangannya, Selasa (8/11/2022).

Sebab menurutnya, berdasarkan hasil kajian lembaga survei Indodata yang menyebutkan pada tahun 2021 lalu, rokok ilegal telah mencapai 26,38%. Jika angka tersebut dikonversikan dengan pendapatan negara, maka potensi cukai yang hilang bisa mencapai Rp53,18 triliun.

“Dengan dinaikannya kembali tarif cukai, kami berkeyakinan rokok ilegal akan semakin marak dan potential lost negara juga semakin besar dan lebih tragis, dan sumber nafkah pekerja akan hilang dalam ancaman masa resesi global,” kata Henry.

Karena itu, Henry berpendapat kenaikan CHT itu akan semakin memberatkan pelaku usaha industri hasil tembakau (IHT) legal. Sebab, kenaikan tarif menjadi insentif bagi peredaran rokok ilegal yang saat ini menjadi ancaman mematikan pabrikan rokok kretek legal.

“Kenaikan tarif CHT yang eksesif dalam tiga tahun terakhir, pasar rokok legal sudah tergerus oleh rokok ilegal, malah masih ditambah kenaikan kembali sebesar 10% di tahun 2023 dan 2024,” tegas Henry.

Henry membeberkan, salah satu pungutan langsung pemerintah berupa cukai kepada IHT, dalam 3 tahun terakhir terus naik, yaitu tahun 2020, tarif cukai naik sebesar 23,5% dan Harga Jual Eceran (HJE) naik 35%, tahun 2021 tarif cukai dan HJE naik sebesar 12,5%, dan tahun 2022 cukai dan HJE naik sebesar 12,0%. Sehingga selama 3 tahun tarif CHT telah naik 48% dan HJE naik 60%.
“Di lain sisi, IHT legal sedang berjuang untuk tetap beroperasi dengan arus kas yang minim akibat pandemi, yang disambung dengan kenaikan BBM, dan ancaman resesi yang menguras daya beli masyarakat,” ujarnya.

Henry juga menyinggung tambahan beratnya pungutan langsung negara terhadap produk tembakau yang menjadi semakin berat karena kenaikan cukai.

Selama ini, kata Henry, IHT legal selain dipungut melalui CHT, juga dibebani Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebesar 10% dari nilai cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 9,9% dari harga jual eceran hasil tembakau.

Jika dijumlahkan, pungutan ketiga komponen pungutan langsung tersebut berkisar di 76,3% sampai 83,6% dari setiap batang rokok yang dijual, bergantung golongan dan jenis rokok yang di produksi. Sisa 16,4% sampai 23,7% untuk Pabrik membayar bahan baku, tenaga kerja dan overhead serta CSR.
Advertisement

“Artinya harga rokok ilegal sudah menang bersaing walau harganya hanya sekitar 20% atau 1/5 dari harga rokok legal. Kok masih ditambah lagi beban kenaikan tarif untuk 2023 dan 2024. Semakin berat beban IHT legal,” tegas Henry.