Deretan Insentif Era Jokowi Agar Kelas Menengah Tak Makan Tabungan

04 September 2024

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia

02 September 2024

CNBC Indonesia – Kelas menengah di Indonesia mulai mendapat perhatian serius dari pemerintah. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) untuk pertama kalinya merilis khusus profil kelas menengah pada akhir pekan lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebetulnya pemerintah telah menaruh perhatian terhadap kelas menengah yang memiliki peran strategis di perekonomian. Caranya, dengan pemberian berbagai insentif perpajakan.

“Oleh karena itu Pemerintah telah memberikan beberapa program untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok kelas menengah,” kata Sri Mulyani dikutip dari akun media sosialnya, Instagram @smindrawati, Senin (2/9/2024).

Adapun insentif yang telah dikucurkan pemerintah untuk kelas menengah, kata Sri Mulyani di antaranya program Perlinsos, pemberian subsidi dan kompensasi, hingga jaring pengaman seperti kartu pra kerja sebagai jaminan kehilangan pekerjaan.

Lalu. juga ada insentif perpajakan seperti insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP untuk pembelian rumah, pemberian Bantuan Iuran kesehatan, serta Program Kredit Usaha Rakyat (KUR),

“Semoga berbagai program ini tak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan kelompok menengah, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, dukungan untuk kelas menengah ini memerlukan kesepakatan dan komitmen, serta konsistensi politik. Ini telah dilakukan dan harus terus dilakukan.

Meski demikian, penting dicatat bahwa kelas menengah di Indonesia tetap mengalami penurunan jumlah sejak lima tahun terakhir. Mayoritas dari mereka turun kelas hingga membuat jumlah masyarakat yang rentan miskin membengkak drastis.

Mengutip catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk pada 2019. Lalu, pada 2024 hanya tersisa menjadi 47,85 juta orang atau setara 17,13%. Artinya, sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas.

“Bahwa memang kami identifikasi masih ada scarring effect dari Pandemi Covid-19 terhadap ketahanan dari kelas menengah,” ucap Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR terkait RAPBN 2025, Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Berlainan dengan data jumlah kelas menengah yang anjlok, data kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah naik, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.

Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56% menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun kelas kedua kelompok itu.

Selain turun kelas, penduduk kelas menengah di Indonesia juga rentan miskin selama 10 tahun terakhir. Tercermin dari modus pengeluaran penduduk kelas menengah yang cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan dan semakin mendekati batas bawahnya.

Hal itu mengindikasikan kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas, dan rentan untuk jatuh ke kelompok aspiring middle class atau kelompok kelas menengah rentan, bahkan rentan miskin.

Amalia mengatakan, batas atas pengelompokan kelas menengah per 2024 ialah 17 x dari garis kemiskinan (Rp 582.932 per kapita per bulan) atau senilai Rp 9,90 juta. Sementara itu, batas kelompok menengah bawahnya adalah 3,5 x Rp 582.932 atau senilai Rp 2,04 juta.

Adapun modus pengeluarannya sebesar Rp 2,05 juta pada 2024, atau semakin dekat dengan batas bawah ukuran kelas menengah yang sebesar Rp 2,04 juta. Padahal, pada 2014, modus pengeluarannya sebesar Rp 1,70 juta dengan batas bawah senilai Rp 1,05 juta dan batas atas hanya sebesar Rp 5,14 juta.

(arj/haa)