Ditjen Pajak Buka Suara Terkait Penundaan Multilateral Convention Pilar 1

12 July 2022

Selasa, 12 Juli 2022

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memutuskan untuk menunda penandatanganan multilateral convention (MLC) Pilar 1: Unified Aprroach.

Menurut OECD, penerapan MLC Pilar 1 akan ditargetkan selesai pada pertengahan 2023 dan mulai berlaku (entry into force) pada tahun 2024 mendatang.

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, semua pihak termasuk OECD menginginkan penerapan pilar 1 bisa selesai pada tahun 2022 dan akan diimplementasikan pada awal 2023. Namun menurutnya, dengan melihat perkembangan diskusi OECD maka lebih realistis untuk ditunda di tahun depan.

“Melihat perkembangannya dalam pembahasan di Inclusive Framework BEPS dan TFDE, memang dinamikanya masih terjadi dan kemungkinan masih belum dapat dicapai kesepakatan dalam waktu dekat,” ujar Mekar kepada Kontan.co.id, Selasa (12/7).

Sebagai informasi, The The Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) merupakan suatu tim yang dibentuk di bawah OECD untuk bagaimana menyelaraskan kebijakan perpajakan di berbagai negara atas praktik ekonomi digital.

Sementara Task Force on Digital Economy (TFDE) dibentuk saat rapat IF BEPS untuk merumuskan dan merekomendasikan skema pemajakan bagi ekonomi digital.

Ia mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara dari 137 negara anggota IF yang sudah menyepakati Pilar 1 dan Pilar 2, namun tetap saja pelaksanaannya harus berdasarkan kesepakatan bersama yang memang belum bisa dicapai dalam waktu dekat.

Mekar menjelaskan, permasalahan pada Pilar 1 terkait dengan detail teknik cara penentuan suatu penghasilan yang berasal dari suatu market yurisdiksi (revenue sourcing rules).

Lalu ada juga terkait bagaimana memberikan kepastian hukum apabila terjadi sengketa (isu tax certainty), serta detail penjelasan terkait Amount B dan Marketing and Distribution Safe Harbon yang pembahasannya masih dalam tahap awal.

“Masih membutuhkan waktu untuk bisa dipahami dan disepakati,”katanya.

Mekar bilang, Pilar 1 bersifat wajib atau harus diterapkan (minimum standar) oleh anggota IF yang sudah menyepakati Two Pillar Solution. Sedangkan Pilar 2 merupakan pilihan (a common approach) bagi yurisdiksi apakah akan menerapkan atau tidak menerapkan Pilar 2 tersebut.

Sebagai informasi, Pilar 2 sudah mencapai kesepakatan dan sudah ada dokumen yang disebut model rules yang merupakan panduan bagi masing-masing negara yang akan menerapkan Pilar 2.

Dengan demikian, kata Mekar, bila suatu negara akan menerapkan Pilar 2, maka yang perlu dilakukan adalah membuat aturan domestik yang mengacu pada “model rules” tersebut dan setiap negara bisa menerapkannya bila merasa sudah siap.

Sehingga dengan dua model tersebut, Mekar mengatakan bahwa Pilar 2 bisa segera diterapkan, sementara Pilar 1 masih dalam pembahasan menuju kesepakatan bersama yang dituangkan dalam dokumen bersama yang disebut MLC.

“Meskipun ada sebagian negara yang menginginkan bahwa dua pilar ini diterapkan bersamaan, namun sulit dicapai konsensus tersebut mengingat perbedaan model penerapan dari kedua pilar tersebut,” tandasnya.