Ditjen Pajak Catat Pajak Atas Usaha Ekonomi Digital Rp 26,75 triliun per Juli 2024

09 August 2024

Kamis, 08 Agustus 2024

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hingga 31 Juli 2024, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp 26,75 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti mencatat jumlah penerimaan tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 21,47 triliun, pajak kripto sebesar Rp 838,56 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 2,27 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp 2,18 triliun.

Sementara itu, hingga Juli 2024 pemerintah telah menunjuk 174 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk dua penunjukan pemungut PPN PMSE dan empat pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE.

“Penunjukan di bulan Juli 2024 yaitu PT Final Impian Niaga dan Niantic International Ltd, sementara pembetulan di bulan Juli 2024 yaitu Elsevier B.V, Lexisnexis Risk Solutions FL Inc., EZVIZ International Limited, dan DeepL SE,” Jelas Dwi pada keteranganresmi, Kamis (8/8).

Dwi menyebutkan dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 163 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp 21,47 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp 4,57 triliun setoran tahun 2024.

Dwi mencatat penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp838,56 miliar sampai dengan Juli 2024. Penerimaan tersebut berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp 371,28 miliar penerimaan 2024. Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 394,19 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 444,37 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Kemudian Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 2,27 triliun sampai dengan Juli 2024. Penerimaan pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp 712,53 miliar penerimaan tahun 2024. Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp747,93 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp281,28 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,24 triliun.

“Sementara penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga Juli 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp 2,18 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp 402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp 1,12 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp 656,37 miliar penerimaan tahun 2024. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp 149,7 miliar dan PPN sebesar Rp 2,03 triliun,” ujarnya.

Dwi menambahlan dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia. Dwi juga menjelaskan pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto dan pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman.

“Selain itu juga pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah,” ungkapnya.