DJP Bocorkan Persiapan Jelang Tax Amnesty Jilid II

12 October 2021

CNN Indonesia | Selasa, 12/10/2021

Jakarta, CNN Indonesia — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap persiapan yang tengah dilakukan jelang pelaksanaan program pengungkapan pajak secara sukarela (PPS) atau yang dikenal juga sebagai tax amnesty jilid kedua.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas pajak tengah menyiapkan infrastruktur berupa sistem informasi teknologi (IT) untuk program tersebut. Pasalnya, program ini nantinya akan dilaksanakan secara elektronik.

“Pemerintah merencanakan prosedur lapor harta dilakukan melalui saluran elektronik, termasuk surat keterangannya (S-KET). Semuanya dilakukan fully automated. Oleh sebab itu, pemerintah sedang menyiapkan sarana IT-nya,” kata Neil, sapaan akrabnya, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/10).

Selain dari sisi IT, Neil mengatakan DJP juga tengah menyusun aturan pelaksanaan sebagai turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menjadi landasan pelaksanaan program tax amnesty jilid kedua itu.

Targetnya, aturan pelaksana akan terbit sebelum program dijalankan mulai 1 Januari 2022 mendatang.

“Untuk teknis pengungkapannya, pemerintah sedang menyiapkan aturan pelaksanaan UU HPP terkait pelaksanaan program PPS,” ucapnya.

Sembari menunggu IT dan aturan pelaksana, DJP akan memberikan sosialisasi kepada wajib pajak (WP) terkait tax amnesty jilid kedua. Namun, belum dirinci seperti apa jadwal sosialisasi tersebut.

Lihat Juga :
Luhut Lebih Sering Bicara dengan Abu Dhabi Ketimbang China
“Agar semakin banyak WP yang tertarik dan terfasilitasi untuk jujur dan terbuka masuk ke dalam sistem administrasi pajak,” tuturnya.

Dalam tax amnesty jilid kedua, harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final.

PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi baru terbarukan (EBT), serta surat berharga negara (SBN).

Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.

Sementara, 8 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke Indonesia, tetapi tak diinvestasikan ke sektor SDA, EBT, dan SBN. Kemudian, 11 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dan tak dialihkan ke Indonesia.

Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak pada 1 Januari sampai 30 Juni 2022.