DJP: UMKM Dapat Memilih Jadi Pengusaha Kena Pajak

22 October 2021

DJP, CNN Indonesia | Jumat, 22/10/2021

Jakarta, CNN Indonesia — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyebut, bahwa pengusaha kecil atau UMKM yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 3A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN).

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar selama satu tahun buku.

“Namun kenyataannya, banyak pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP meskipun peredaran usahanya kurang dari Rp4,8 miliar,” ujar DJP dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/10).

Bagi PKP yang peredaran usahanya dalam satu tahun tidak melebihi jumlah tertentu, dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan dalam menghitung jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Hal ini telah diatur dalam PMK Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu.

Sesuai dengan PMK Nomor 74/PMK.03/2010, besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yaitu sebesar 60 persen dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau 70 persen dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).

“Dapat diartikan bahwa PKP hanya menyetor 4 persen atas penyerahan JKP dan 3 persen atas penyerahan BKP,” kata DJP lagi.

Dalam UU PPN, PKP wajib memungut PPN dengan tarif 10 persen. Sedangkan dalam UU HPP, dengan mempertimbangkan daya beli dan pemulihan ekonomi, terdapat kenaikan tarif PPN secara bertahap yaitu 11 persen yang mulai berlaku pada 1 April 2022 dan 12 persen yang berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

Namun, untuk PKP dengan peredaran usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu dapat memungut dan menyetorkan PPN dengan besaran tertentu yang lebih rendah atau disebut tarif final dari nilai penyerahan BPK dan/atau JKP.

Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam pemungutan PPN untuk barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu. Ketentuan mengenai tarif final ini akan diatur lebih lanjut dengan PMK.

(osc)