Ekonom Indef beberkan kenapa insentif PPnBM mobil tak efektif ungkit ekonomi

17 February 2021

Senin, 15 Februari 2021

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Koordinasi (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah akan memberikan insentif PPnBM mobil selama sembilan bulan, mulai dari 1 Maret 2021. Adapun jenis mobil yang disuntik insentif PPnBM yakni mobil sedan 4×2 kurang dari 1.500 cc. Insentif fiskal ini diberikan dalam tiga tahapan.

Periode pertama yakni 1 Maret-1 Juni 2021 diskon PPnBM yang diberikan sebesar 100%, alias dibebaskan. Periode kedua, potongan PPnBM sebesar 50% diberikan pada 2 Juni-1 September 2021. Periode ketiga, diskon PPnBM sebesar 30% pada 2 September-1 Desember 2021.

Airlangga menyampaikan, insentif PPnBM mobil diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri manufaktur, karena kontribusinya sektor ini ke produk domestik bruto (PDB) sebesar 19,88%. Namun demikian, Menko tidak menginformasikan besaran pertumbuhan sektor manufaktur yang bisa ditimbulkan akibat pemberian insentif PPnBM mobil.

Dirinya, hanya meyakini PPnBM mobil bisa mendorong dunia usaha. Airlangga menghitung insentif fiskal ini dapat meningkatkan produksi mobil mencapai 81.752 unit. Di sisi lain, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikondo) manargetkan tahun ini produksi mobil bisa mencapai 750.000 unit.

Artinya, insentif PPnBM mobil mampu menstimulus produksi mobih hingga 10,9% menjadi 831.752 unit. “Industri otomotif merupakan salah satu sektor manufaktur yang terkena dampak pandemi Covid-19 paling besar.  Untuk meningkatkan pembelian dan produksi Kendaraan Bermotor (KB),” kata Airlangga, Kamis pekan lalu.

Ekonom Senior Institur for Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan insentif fiskal tersebut akan berdampak minim secara makro ekonomi. Mengingat, kontribusi sektor otomotif terhadap PDB umumnya di bawah 10%.

Menurutya, pertumbuhan sektor otomotif yang mencerminkan leading indicator barang-barang sekunder dan primer ini tidak punya multiplier effect yang signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Terlebih komponen terbesar PDB yakni konsumsi rumah tangga.

“Jadi menstimulus konsumsi masyarakat yang mana, masalahnya sekarangkan lagi pandemi, seharusnya tetap fokus ke perlindungan sosial untuk mendorong PDB,” kata Enny kepada Kontan.co.id, Senin (15/2).

Sementara, dari sisi perdagangan internasional, Enny mengatakan dampaknya juga kecil karena komponen bahan baku mobil mayoritas impor.

Di sisi lain Enny mengatakan, sektor manufaktur lain seperti industri tekstil serta industri makanan dan minuman (mamin) justrus butuh insentif fiskal. Menurut Enny, kedua sektor ini punya rantai pajak yang panjang, sehingga barang yang sampai ke tanggan masyarakat biasanya berkali-kali lipat.

“Seharusnya kalau mau buat insentif baru yang bisa mendukung konsumsi dan memang untuk kebutuhan pokok masyarakat,” ujar Enny.