Ekstensifikasi pajak terhambat virus corona

05 May 2020

Kontan, Selasa, 05 Mei 2020 / 22:30 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Upaya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengumpulkan penerimaan negara melalui ekstensifikasi basis pajak baru terhambat virus corona. Sebab, otoritas pajak tidak bisa melakukan pendekatan ke wajib pajak (WP) secara tatap muka.

Setidaknya ekstensifikasi basis pajak tercermin dari realisasi surat pemberitahuan tahunan (SPT) Tahunan yang turun. Catatan DJP realisasi penyampaian SPT Tahunan sampai dengan akhir bulan lau sebanyak 10,5 juta. Angka tersebut lebih rendah 13,2% daripada pencapaian periode sama tahun lalu yakni 12,1 juta.

Padahal, otoritas pajak mematok target realisasi SPT Tahunan bisa mencapai tingkat kepatuhan formal wajib pajak di level 80%-85% dari jumlah SPT yang terlapor sebanyak 19 juta wajib pajak atau setara 15,2 juta-16,1 juta SPT. Sehingga, mencapai 69% dari target terendah pelapor SPT.

Adapun catatan Ditjen Pajak, realisasi untuk wajib pajak orang pribadi baik karyawan maupun non-karyawan mencapai 10,01 juta SPT Tahunan, lebih rendah 12,03% dibanding 30 April 2019 sebanyak 11,38 juta SPT Tahunan.

Direktur Potensi dan Kepatuhan Pajak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ihsan Priyawibawa mengatakan tingkat kepatuhan SPT tahunan turun karena ada beberapa penyebab, antara lain WP terutama orang pribadi (OP) masih mengandalkan layanan tatap muka.

“Misalnya. kelas pajak yg diselenggarakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk konsultasi pengisian SPT. Hal ini tidak bisa dilakukan dalam kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan work from home,” kata Ihsan kepada Kontan.co.id, Selasa (5/5).

Nah, untuk mengejar penerimaan pajak melalui ekstensifikasi tahun ini Ditjen Pajak fokus pengawasan berbasis kewilayahan. Bila virus corona sudah hilang, Ihsan bilang otoritas pajak akan turun langsung ke lapangan dengan memanfaatkan data yang tersedia di sistem Ditjen Pajak, baik internal maupun eksternal seperti data faktur, data keuangan dan lainnya.

“Untuk pengamatan lapangan selama work from home belum dapat dilakukan, kami melakukan pengayaan dan perbaikan profil wajib pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi,” tutur ihsan.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan bahwa perluasan basis pajak berbasis kewilayahan penting karena pemerintah saat ini sudah kewalahan mengejar setoran pajak.

Dalam konteks relaksasi pajak dalam rangka menjamin kestabilan ekonomi pemerintah perlu untuk memberikan berbagai stimulus pajak. Akibatnya tax expenditure kemungkinan besar akan meningkat.

Namun, di saat yg bersamaan, kestabilan penerimaan pajak juga harus dijaga. Oleh karena itu, strategi perluasan basis pajak jd kunci. “Perluasan basis pajak utamanya kepada wajib pajak orang pribadi diperlukan dalam rangka struktur penerimaan pajak yang lebih berimbang dan tidak rentan goncangan karena ketergantungan terhadap WP besar/badan,” kata Darussalam.

Dia menambahkan profiling dari WP utamanya adalah data dan informasi yg menggambarkan profil ekonomi WP. Tetapi penting bagi DJP untuk agar informasi yang dihimpun bisa distandardisasi sesuai kebutuhan agar mudah untuk diolah dan dicocokkan.

“Saya kira strategi terobosan administrasi bisa efektif dalam meningkatkan kepatuhan. Jumlah WP harusnya bisa meningkat di atas angka pertumbuhan rata2 WP tiap tahun sekitar 4%-6%. Apalagi potensinya masih banyak,” ujarnya.

Adapun realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Februari 2020 sebanyak Rp 152,9 triliun. Angka tersebut kontraksi hingga 4,9% year on year (yoy) bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode sama tahun lalu senilai Rp 160,9 triliun.

Realisasi penerimaan pajak tersebut, baru mencapai 9,3% dari target akhir tahun 2020 senilai Rp 1.642,6 triliun.