Siap-siap! Ada ‘Surat Cinta’ Buat yang Nggak Lapor SPT

06 May 2020

detikFinance, Rabu, 06 Mei 2020 02:00 WIB

 

Jakarta – Pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak periode 2019 bagi wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) dan badan sudah ditutup sejak Kamis (30/4) lalu. Pemerintah sudah menargetkan 85% dari 19 juta WP melaporkan SPT Tahunan 2019 ini, namun realisasinya hanya mencapai 10,97 juta. Artinya, ada 8 juta WP baik OP maupun badan yang belum melaporkan.

Bagi WP yang belum melaporkan SPT Tahunan, terdapat sanksi keterlambatan atau denda yang menanti. Menurut Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, WP OP akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000. Sementara WP badan dikenakan denda Rp 1 juta.

Ia menjelaskan, setelah penutupan pelaporan SPT Tahunan, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan mengirimkan Surat Tagihan Pajak (STP) kepada alamat masing-masing WP melalui kantor pos. Melalui STP, WP yang tak lapor SPT Tahunan dapat mengetahui denda yang dikenakan.

“Denda itu dibayar setelah KPP menerbitkan STP nanti,” tutur Hestu kepada detikcom, Selasa (5/5/2020).

Untuk membayar denda tersebut, WP harus meminta kode billing melalui portal DJP, dan melakukan pembayaran denda melalui bank persepsi atau kantor pos. Denda ini harus dibayarkan maksimal 1 bulan sejak WP menerima STP.

Namun, bagaimana dengan WP yang tak memperoleh STP sehingga tak membayar denda?

Telat Lapor SPT Pajak tapi Nggak Kena Denda? Ini Penyebabnya

Hestu menjelaskan, pemerintah tak membeda-bedakan pemberian denda bagi WP yang tak melaporkan SPT Tahunan. Artinya, semua WP yang tak lapor dipastikan akan memperoleh STP dan harus membayar denda.

“(Denda dikenakan) secara umum. Nanti KPP akan menerbitkan STP kepada WP yang terlambat atau tidak lapor SPT-nya,” jelas Hestu.

Menurutnya, semua WP yang tak lapor pasti dikirimkan STP. Apabila ada WP yang tak menerimanya, maka kemungkinan ada kesalahan alamat yang didaftarkan dalam Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) dengan alamat aslinya.

“Mungkin sudah diterbitkan tapi tidak sampai ke WPnya, karena alamatnya tidak terlalu jelas. Banyak penyebabnya,” terang Hestu.

Batas waktu pembayaran denda pun sudah ditetapkan, yakni 1 bulan sejak diterbitkannya STP. Bagi WP yang melebihi batas waktu pembayaran denda memang tak akan dikenakan sanksi lagi. Namun, Hestu memastikan DJP akan berupaya hingga WP tersebut membayar dendanya.

“Kita tetap upayakan (STP) sampai ke WP yang bersangkutan dan tetap dilunasi. Sanksi hanya diberikan satu kali,” katanya.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Subdirektorat Humas Perpajakan DJP Kemenkeu Ani Natalia menjelaskan, KPP tak diberikan batas waktu untuk menerbitkan STP. Namun, ia memastikan STP ini akan diterbitkan secepat mungkin.

“Kantor pajak akan segera menerbitkan STP tersebut secepatnya melalui metode pengawasan yang dilakukan oleh kantor pajak. Tidak ada batas waktu kapan kantor pajak harus secepatnya menerbitkan STP. Dalam Undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, kantor pajak diberikan waktu selama 5 tahun untuk menerbitkan STP,” kata Ani kepada detikcom.

Dengan tak lapor SPT Tahunan, apakah bisa menghambat pengajuan kredit ke bank atau pun leasing?

Tak Lapor SPT Pajak Bisa Hambat Pengajuan Kredit ke Bank?

Hestu mengungkapkan, sejauh ini proses pengajuan kredit di perbankan baru mensyaratkan kepemilikan Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP), artinya belum mewajibkan pelaporan SPT Tahunan.

“Dalam mendapatkan kredit dalam jumlah tertentu, bank juga mensyaratkan NPWP, walaupun belum sampai ke SPT Tahunan,” kata Hestu.

Namun, untuk layanan publik pemerintahan sudah ditetapkan skema Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP). KSWP terdiri atas dua variabel yakni validitas NPWP dan penyampaian SPT Tahunan untuk 2 tahun pajak terakhir.

“Memang sekarang ada skema KSWP, di mana instansi atau institusi diminta untuk mengkonfirmasi dahulu kepatuhan WP sebelum memberikan perizinan atau hal lain kepada WP tersebut,” terang Hestu.

Layanan publik yang dimaksud antara lain pengajuan izin usaha ke 28 kementerian/lembaga (K/L), dan juga layanan lainnya. Misalnya perizinan koperasi yang diajukan kepada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop-UKM), pengajuan izin usaha bidang lingkungan hidup dan kehutanan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan sebagainya.

“Untuk instansi pemerintah sudah banyak, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), perizinan usaha di daerah dan lain-lain. Beberapa institusi lain juga mensyaratkan NPWP bahkan SPT Tahunan, walaupun tidak ada kewajiban menurut ketentuan atau peraturan perpajakan. Kami sangat mengapresiasi hal tersebut, dan berharap semakin banyak yang mensyaratkan SPT Tahunan dalam perizinan atau layanan mereka,” urainya.

Selain itu, pelayanan kepabeanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) juga mensyaratkan KSWP. Artinya, WP yang memerlukan layanan tersebut juga disyaratkan menyampaikan SPT Tahunan untuk 2 tahun pajak terakhir.

“Satu lagi terkait layanan kepabeanan, aplikasi CEISA DJBC sudah disinkronkan dengan KSWP DJP. Jadi kalau belum lapor SPT Tahunan, KSWPnya tidak terpenuhi yang dapat berakibat pelayanan kepabeanan oleh DJBC juga tidak dapat dilakukan terhadap WP yang bersangkutan,” tutup Hestu.