Gaikindo Beberkan Keunggulan Mobil Hybrid yang Perlu Diguyur Insentif

04 September 2024

CNN Indonesia

Jumat, 30 Agu 2024

CNN Indonesia —

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menanggapi pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang yang mendorong pemberian insentif mobil hybrid dari pemerintah.

Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto mengatakan sepakat dengan keinginan menteri, meski dikatakan besaran insentif yang diberikan tak perlu sebesar insentif mobil listrik murni (BEV) saat ini.

“Kami sependapat, bahwa mobil hybrid sebaiknya juga mendapatkan insentif walaupun tidak sebesar mobil full listrik,” tuturnya pada Kamis (29/8) dikutip dari Antara.

Saat ini mobil hybrid dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 6-12 persen. Hal ini berbeda dengan BEV yang mendapatkan beragam fasilitas, mulai dari PPnBM 0 persen hingga PPN ditanggung pemerintah (DTP).

Fasilitas PPN DTP diberikan khusus untuk mobil listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal sebesar 40 persen. Adapun besaran PPN DTP yang diberikan sebesar 10 persen.

Dengan fasilitas ini PPN yang dikenakan atas penyerahan mobil listrik dengan TKDN minimal 40 persen adalah cuma tinggal 1 persen. PPN DTP diberikan untuk masa pajak Januari hingga Desember 2024.

Jongkie menilai mobil hybrid layak mendapatkan insentif karena ada efisiensi bahan bakar dibandingkan mobil konvensional alias mobil bermesin pembakaran internal (ICE).

Kemudian mobil hybrid juga dinilai menghasilkan polusi lebih rendah karena mesin ICE pada mobil ini bisa jarang beroperasi.

Menurutnya sebagian besar penggerak dilakukan oleh motor listrik, terutama dalam kondisi kecepatan rendah atau saat berhenti, sehingga efektif mengurangi emisi secara drastis dibanding mobil berbahan bakar fosil.

Keunggulan ini, kata dia, membuat mobil hybrid menjadi pilihan yang ideal untuk kota-kota besar dengan tingkat polusi tinggi.

“Mobil hybrid sudah hemat BBM yang cukup signifikan, sudah rendah polusi karena mesin ICE jarang hidup, bisa langsung beroperasi,” kata Jongkie.

Lewat kombinasi ICE dan motor listrik, mobil hybrid dianggap bisa mengurangi konsumsi bahan bakar secara signifikan. Tidak cuman menghemat kantong konsumen, hybrid juga membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Selain itu mobil hybrid disebut Jongkie berkontribusi pada pengurangan emisi gas buang, sehingga mobil hybrid pilihan yang lebih ramah lingkungan, dan membantu pemerintah mencapai target nol emisi pada 2030.

Kelebihan lain yaitu mobil hybrid tak terlalu perlu pengisian daya eksternal untuk mengisi baterai mobil jadi tak mengandalkan SPKLU untuk dioperasikan.

Hal ini menjadikannya lebih praktis dan mudah diadopsi oleh masyarakat luas, terutama di daerah yang belum memiliki infrastruktur pengisian daya baterai yang memadai.

“Mobil hybrid juga tidak memerlukan infrastruktur charging station alias Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), biaya produksinya tidak semahal mobil listrik sehingga terjangkau oleh masyarakat luas,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan tidak ada kebijakan baru untuk sektor otomotif pada tahun ini, termasuk insentif tambahan untuk kendaraan hybrid di Indonesia.

Kendati sudah dipastikan tak akan diguyur insentif, Agus terus mendorong munculnya kebijakan insentif untuk mobil hybrid.

“Kami inginnya ada insentif walaupun insentifnya enggak bisa sebesar mobil listrik,” kata Agus (27/8).

Salah satu alasan yang dikemukakan Agus agar pabrik mobil hybrid yang sudah ada di dalam negeri tak pindah ke negara lain yang memberikan stimulus lebih baik.

“Salah satu pertimbangan kenapa kita perlu mempertimbangkan insentif untuk mobil hybrid, kami tidak mau pabrikan mobil hybrid di Indonesia itu pindah,” katanya.

Saat ini produsen mobil hybrid di Indonesia adalah Toyota, Suzuki dan Wuling. Berbagai produsen lain sempat menyatakan ketertarikan produksi mobil hybrid namun sejauh ini belum tercapai seperti Honda, Mitsubishi dan Hyundai.

(can/fea)