Gayus Tambunan Sampai Angin, Ini Dia Sederet Mafia Pajak RI!

15 November 2021

NEWS – Redaksi, CNBC Indonesia

 

13 November 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Mafia pajak sepertinya belum punah. Satu persatu benalu di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tersebut berhasil diringkus dan berujung di dalam penjara.

Berdasarkan catatan detikcom, Sabtu (13/11/2021), banyak pejabat di lingkungan DJP yang kena operasi tangkap tangan (OTT) lantaran dugaan kasus suap dan korupsi. Berikut beberapa kasus yang dilakukan PNS Ditjen Pajak:

 

Contohnya Tommy Hindratno. Ia kena OTT KPK saat menangani kasus pajak PT Bhakti Investama Tbk pada 2013 silam. Awalnya, Tommy dihukum 3,5 tahun penjara saja oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Nah, oleh Mahkamah Agung (MA), hukuman itu dilipatgandakan menjadi 10 tahun penjara. Padahal, uang yang diterimanya hanya Rp 280 juta.

Dua pegawai Ditjen Pajak, Eko Darmayanto dan Muhammad Dian Irwan Nuqisra nekat menerima Rp 3 miliar terkait pengurusan pajak PT Delta Internusa, dan sebesar 150 ribu dolar AS untuk pengurusan kasus pajak PT Nusa Raya Cipta (NRC). Keduanya masing-masing divonis 9 tahun penjara.

Handang Soekarno juga kena OTT yang dilakukan KPK. Ia menerima suap dari pengusaha untuk menurunkan nilai pajak. Handan akhirnya dihukum 10 tahun penjara, 5 tahun di bawah tuntutan KPK.

Penyidik Pajak PNS, Pargono Riyadi juga kena OTT KPK. Ia kemudian divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Pargono terbukti memeras wajib pajak dalam pengurusan pajak pribadi Asep Yusuf Hendra Permana.

Kasus suap pegawai pajak paling fenomenal dilakukan oleh Gayus Tambunan. Gayus dihukum atas kasus yang dilakukan berlapis-lapis. Dari memanipulasi pajak, menyuap hakim, menyuap petugas LP hingga membuat paspor palsu. Daftar kejahatan Gayus yaitu:

  1. Kasus manipulasi pajak PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo. Oleh Albertina Ho di PN Jaksel, Gayus dihukum 7 tahun penjara karena menyuap penyidik, hakim dan merekayasa pajak. Putusan ini lalu diperberat menjadi 12 tahun penjara oleh MA.
  2. Kasus manipulasi pajak PT Megah Citra Raya, Gayus divonis 8 tahun penjara.
  3. Pemalsuan paspor, Gayus Tambunan dihukum 2 tahun penjara.
  4. Kasus pencucian uang dan menyuap tahanan, Gayus dihukum 8 tahun penjara

Kejaksaan Agung menahan Agoeng Pramoedya lantaran diduga menerima suap sebesar Rp 14 miliar terkait dengan penjualan faktur pajak. Agoeng bertugas di KPP Madya Gambir, Jakarta pusat.

Selanjutnya ada Ramli Anwar, pegawai KPP Pratama Bangka yang terjaring OTT. Pada saat itu, dirinya sampai lari terbirit-birit karena ketahuan sedang memeras wajib pajak Rp 50 juta. Sebagai konsekuensinya, si wajib pajak dijanjikan bisa lolos pajak sebesar Rp 700 juta.

KPK juga pada tahun 2019 berhasil menahan empat pegawai pajak yang terlibat dalam kasus pajak dealer Jaguar-Bentley. Keempat pegawai ini adalah YD (Yul Dirga) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Kanwil Jakarta Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, HS (Hadi Sutrisno) Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, JU (Jumari), Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE, dan MNF (M Naim Fahmi), Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT WAE.

KPK menduga adanya suap terkait pengajuan restitusi pajak PT WAE untuk tahun 2015 dan 2016. Besaran pengajuan restitusi pajak PT WAE sebesar Rp 5,3 miliar untuk tahun 2015 dan Rp 2,7 miliar untuk tahun 2016.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di Bantaeng, Sulawesi Selatan bernama Wawan Ridwan ada Rabu (10/11/2021).

KPK menangkap Wawan atas dugaan keterlibatannya dengan terdakwa kasus suap mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Angin Prayitno.

 

Seperti diketahui, berdasarkan penyelidikan KPK, Angin Prayitno selaku mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun 2016-2019 terlibat tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017 pada DJP.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan penangkapan Wawan Ridwan dilakukan karena, Wawan diduga terlibat dalam kasus suap pajak terdakwa Angin Prayitno Aji.

Wawan ditangkap pada pukul 13.00 WITA di kantornya, yang terletak di Kota Makassar saat Wawan sedang bertugas. Diakui Ghufron penangakan ini dilakukan karena Wawan dinilai tidak kooperatif.

“Tim menangkap WR guna mempercepat proses penyidikan, karena KPK menilai WR tidak kooperatif,” jelas Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (11/11/2021).

Setelah ditangkap, tersangka Wawan kemudian dibawa ke Polrestabes Makassar untuk dilakukan pemeriksaan awal dan hari ini, Kamis (11/11/2021) Wawan dibawa ke Jakarta dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lanjutan.

Dalam proses pengembangan KPK, selain Wawan Ridwan, KPK juga menetapkan tersangka Alfred Simanjuntak yang menjabat sebagai Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, saat ini menjabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II.

Adapun dalam dalam kasus ini, KPK juga tetapkan 6 tersangka lainnya, yakni Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan pada DJP, Dadan Ramdani dan kuasa wajib pajak Veronika Lindawati.

Kemudian tiga tersangka lainnya yaitu, para konsultan pajak yakni Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi, dan Agus Susetyo.

Dalam kasus ini, Wawan selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP bersama dengan Alfred, diberikan arahan khusus dari Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani untuk memeriksa tiga wajib pajak.

Tiga wajib pajak yang dimaksud yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia (BPI) untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

“Dalam proses pemeriksaan 3 wajib pajak tersebut, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang agar nilai penghitungan pajak tidak sebagaimana mestinya dan tentunya memenuhi keinginan dari para wajib pajak dimaksud,” jelas Ghufron.

Atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa, Tersangka Wawan dan Alfred diduga telah menerima uang yang selanjutnya diteruskan kepada Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, dengan rincian sebagai berikut:

– Sekitar Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 15 miliar diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT GMP.

– Pertengahan tahun 2018 sebesar SGD 500.000 yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT BPI Tbk dari total komitmen sebesar Rp 25 Miliar.

– Sekitar Juli-September 2019 sebesar total SGD 3 juta diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT JB.

Dari total penerimaan tersebut, KPK menyebut, Wawan diduga menerima jatah pembagian sejumlah uang sekira SGD 625.000.

“Selain itu, diduga tersangka WR juga menerima adanya pemberian sejumlah uang dari beberapa wajib pajak lain yang diduga sebagai gratifikasi yang jumlah uangnya hingga saat ini masih terus didalami,” jelas Ghufron.

Tim Penyidik KPK juga telah melakukan penyitaan tanah dan bangunan milik Wawan di Kota Bandung yang diduga diperoleh dari penerimaan-penerimaan uang suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan pajak.

Untuk kepentingan penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pertama untuk 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 11 November 2021 sampai 30 November 2021 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

“Agar tetap mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, Tersangka tetap akan dilakukan isolasi mandiri di Rutan tempat penahanan dimaksud,” jelas Ghufron.