Genjot Setoran, Sri Mulyani Kok Gak Naikkan Cukai Rokok Saja?

18 May 2021

NEWS – Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia

 

18 May 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun depan mendapat penolakan dari para pengusaha. Ini dianggap akan semakin melemahkan daya beli masyarakat.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ekonom. Kenaikan PPN dinilai akan menghambat pertumbuhan ekonomi yang saat ini tengah berlangsung. Maka rencana ini dirasa perlu dipertimbangkan kembali oleh Sri Mulyani.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, seharusnya pemerintah mencari cara lain untuk menaikkan penerimaan negara, seperti kenaikan cukai atau menggenjot instrumen cukai baru.

 

“Bagaimana cara menggenjot pajak, ini kan bisa dari cukai, PNBP dan pengurangan belanja dan ada beberapa kemungkinan lainnya,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/5/2021).

Josua menyebutkan, mendorong penerimaan negara dilakukan Pemerintah untuk mengurangi porsi utang di saat belanja negara lebih banyak dibutuhkan membiayai dampak pandemi Covid-19. Pengurangan utang ini memang harus dilakukan untuk bisa mengembalikan defisit anggaran ke batasan maksimal 3% di tahun 2023.

Oleh karenanya, ini dinilai menjadi alasan Pemerintah ingin menaikkan tarif PPN di tahun depan. Sebab, PPN berkontribusi cukup besar ke penerimaan pajak secara keseluruhan.

Namun, di sisi lain, kenaikan ini dinilai akan menjadi boomerang bagi Pemerintah yang niat awalnya ingin mengurangi utang, justru akan melemahkan daya beli. Daya beli yang lemah akan membuat perekonomian semakin lambat pertumbuhannya.

“Ini pilihan sulit sebetulnya bagi Pemerintah. Karena kalau ingin defisit fiskal kembali ke 3% maka harus ada jamu pahitnya yaitu kenaikan PPN,” jelasnya.

Ia pun menyarankan agar pemerintah bisa mempertimbangkan tarif PPN ke depan menjadi multi tarif. Sehingga ini tidak akan menekan kelompok menengah bawah terlalu dalam.

“Kalau tetap single tarif dan naik langsung, ini dikhawatirkan bisa membatasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.