HARMONISASI PPNBM : Era KBH2 Terancam Berakhir

24 April 2019

Bisnis Indonesia  Rabu, 24/04/2019 02:00 WIB

Bisnis, DENPASAR—Harmonisasi PPnBM kendaraan akan memaksa produsen untuk mengembangkan teknologi kendaraan yang makin rendah emisi alias lebih efisien. Tanpa inovasi, era kendaraan hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) itu akan berakhir.

Harjanto, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, mengatakan bahwa pemerintah ingin mengurangi impor bahan bakar sekaligus menumbuhkan industri mobil listrik di dalam negeri.

Menurutnya, harmonisasi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang kemudian dikaitkan dengan emisi merupakan salah satu cara untuk mengembangkan pasar otomotif yang ramah lingkungan dalam skala besar.

“Kalau kapannya, itu di Kemenkeu. Saat ini banyak investor yang tunggu itu karena tidak lagi berdasarkan kapasitas mesin tapi emisi,” ujarnya di sela-sela acara bertajuk Laporan Akhir Fase-2 Electrified Vehicle dengan Melibatkan Perguruan Tinggi di Universitas Udayana, Denpasar, Selasa (23/4).

Harjanto memastikan bahwa KBH2 secara tidak langsung akan terkena dampak harmonisasi PPnBM. Tanpa perubahan teknologi signifikan, era KBH2 yang menikmati pajak 0% akan berakhir karena bakal dikenai tarif 3%.

Program KBH2 yang dimulai pada 2013 diikuti oleh Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Honda Brio Satya, dan Suzuki Wagon R. Pada 2015, Datsun menjadi peserta dengan model Go+ dan Go. Lalu, pada 2016, Toyota dan Daihatsu memperkenalkan produk kembar berkapasitas 7-penumpang, Calya dan Sigra.

KBH2 didasarkan pada Permenperin No 33 tahun 2013, yang mana dalam aturan tersebut tidak ada amanat memperbaiki kualitas lingkungan. KBH2 merujuk pada kendaraan penumpang dengan kapasitas mesin tidak sampai 1.200 cc, yang mana regulasi tersebut diarahkan untuk memperkuat industri otomotif dalam negeri.

Dia menjelaskan, produsen otomotif dipaksa untuk mengembangkan teknologi baru sehingga bisa mendapatkan tarif PPnBM yang lebih rendah. “Kan kami kasih grace period 2 tahun, setelah itu harus berupaya, mild hybrid, hybrid kami kasih kalau tidak diambil negara lain.”

Mobil Listrik Indonesia

Ketua Tim Mobil Listrik Nasional (Molina) Agus Purwadi mengatakan bahwa hasil riset enam perguruan tinggi menunjukkan bahwa kendaraan hibrida jauh lebih efisien dibandingkan dengan model KBH2 dalam hal konsumsi bahan bakar.

Menurutnya, kendaraan harga terjangkau itu cepat berkembang dan mampu meraih sekitar 20% dari total penjualan mobil nasional karena mendapatkan insentif PPnBM 0%. Oleh karena itu, lanjutnya, tidak bijaksana jika teknologi hibrida yang jelas lebih baik tidak dihadirkan ke pasaran dengan harga yang terjangkau pula.

“Ada teknologi yang lebih bagus tapi kita tidak promosikan itu, kita tidak bijaksana.”

Menurut Agus, hasil riset enam perguruan tinggi tersebut juga merekomendasikan agar pabrikan memproduksi kendaraan listrik dengan sasaran segmen pasar gemuk, yakni kendaraan serbuna (MPV) dan kendaraan utilitas sportif (SUV).

Hal itu bertujuan untuk menciptakan populasi kendaraan listrik yang besar, memiliki skala keekonomian, dan berdampak signifikan menurunkan konsumsi bahan bakar. “Kalau lihat data penjualan, MPV itu sekitar 32% kemudian SUV 17%. Tren dunia ke SUV sehingga ini yang disasar,” ujarnya di Denpasar, Selasa (23/4).

Agus menjelaskan, riset enam perguruan tinggi tersebut juga melibatkan uji coba mobil listrik Toyota Prius Hybrid dan Prius PHEV, yang didukung oleh Kementerian Perindustrian. Model Prius yang merupakan sedan dinilai tidak begitu cocok dengan karakter konsumen Indonesia yang lebih memilih MPV dan SUV.

Dalam peta jalan industri otomotif nasional pemerintah mentargetkan 20% produksi kendaraan baru di Indonesia pada 2025 adalah berteknologi listrik. Hal itu bertujuan mendukung komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (CO2) sebesar 29% pada 2030, sekaligus menjaga kemandirian energi nasional.

Harjanto mengatakan, untuk mencapai target tersebut pemerintah memiliki program low carbon emission vehicle (LCEV). “Program ini terdiri dari tiga subprogram, yaitu Kendaran Hemat Energi Harga Terjangkau (KBH2), electrified vehicle dan flexy engine.”