Inilah 6 Rekomendasi Panja Penerimaan yang Harus Ditindaklanjuti Pemerintah

09 June 2021

Selasa, 8 Juni 2021

JAKARTA, investor.id — Panitia Kerja (Panja) Penerimaan dan pemerintah menyetujui target penerimaan perpajakan tahun 2022 mencapai Rp 1.499,3-1.528,7 triliun. Target ini mencapai 8,37-8,42% dari produk domestik bruto (PDB) 2022.

Secara rinci, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan sebesar 1,80-2,00% dari PDB tahun depan atau senilai Rp 322,4-363,1 triliun, dan hibah ditargetkan 0,01-0,02% dari PDB atau senilai Rp 1,8-3,6 triliun.

Secara keseluruhan, pendapatan negara tahun 2022 ditargetkan sebesar 10,18-10,44% terhadap PDB atau senilai Rp 1.823,5-1.895,4 triliun. Ketua Panja Penerimaan Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi mengatakan bahwa pihaknya meminta pemerintah untuk mengantisipasi berbagai faktor risiko dan ketidakpastian yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

Sehingga, pencapaian target pendapatan negara untuk tahun ini maupun 2022 dapat tercapai. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk menindaklanjuti hasil rapat Panja tersebut.

Ada 6 hal yang ditekankan oleh Komisi XI. Pertama, strategi dan kebijakan perlu dirumuskan untuk mengantisipasi berbagai ketidakpastian dan dampak yang diakibatkan pandemi Covid-19 terhadap ketahanan ekonomi dan pembangunan.

“Pemerintah agar memperbaiki perencanaan pendapatan negara pada tahun 2022 dan memastikan angka pendapatan negara yang nantinya ditetapkan dapat terealisasikan sehigga memberikan kepastian terhadap setiap belanja negara dan pembangunan yang direncanakan,” tuturnya dalam Raker Komisi XI dan Menteri Keuangan pada Selasa (8/6).

Kedua, ia meminta pemerintah agar memperbaiki perencanaan pendapatan negara pada tahun 2022 dan memastikan angka pendapatan negara yang nantinya ditetapkan dapat terealisasi.

Ketiga, pemerintah diminta untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang semakin meningkat beberapa tahun terakhir.

Keempat, pemerintah agar memaksimalkan data Tax Amnesty 2016 dan informasi keuangan untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Kelima, pemerintah diminta merumuskan obyek cukai baru yang bisa dikenakan cukai dengan tetap memperhatikan undang-undang cukai yang sudah ada.

“Keenam, pemerintah agar meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Sumber Daya Alam (SDA), khususnya atas perkembangan harga komoditas barang tambang yang mulai membaik beberapa waktu terakhir,” jelas Fathan.

Tax Amnesty Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memulihkan ekonomi dalam situasi yang sangat dinamis namun akan tetap berkomitmen untuk mendorong penerimaan negara melalui potensi basis pajak dan mengejar penerimaan lain, termasuk dari cukai.

“Kita mungkin bersama-sama memberikan komunikasi rekomendasi Komisi XI yang akan dilakukan, baik follow up tax amnesty, potensi pajak atau penerimaan lain, termasuk dari cukai,” tuturnya. Adapun tindak lanjut data tax amnesty 2016-2017 masuk dalam skema tax amnesty jilid II.

Berdasarkan draf RUU KUP yang diterima Investor Daily, pengampunan pajak jilid II diusulkan dua program.

Program pertama, pengampunan wajib pajak peserta tax amnesty jilid I pada 2016-2017 lalu. Dalam program ini, wajib pajak dapat kembali mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. Selanjutnya, harta yang diperoleh para alumni tax amnesty tersebut terhitung sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.

Nantinya, dalam program tax amnesty jilid II, penghasilan wajib pajak terkait dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final dan tarif akan lebih rendah jika wajib pajak menginvestasikan dananya ke dalam Surat berharga negara (SBN).

“Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 6 ditetapkan sebesar 15 persen atau 12,5 persen bagi wajib pajak yang menyatakan menginvestasikan harta bersih ke dalam surat berharga negara,” dikutip dari draf RUU KUP Pasal 37B ayat 7.

Untuk program kedua, ini merupakan pengampunan pajak atas harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Syaratnya, harta masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2019.

Nantinya, wajib pajak orang pribadi tersebut juga harus memenuhi tiga ketentuan. Yaitu, tidak sedang dilakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 2016 hingga 2019. Selain itu, wajib pajak juga tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019.

Terakhir, wajib pajak tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan.