Investasi minim, belanja pajak tahun ini lebih irit

25 November 2019

Kontan, Senin, 25 November 2019 / 10:02 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Belanja pajak pemerintah dengan tujuan memberikan insentif bagi dunia usaha tampaknya hanya sedikit terserap. Padahal belanja pajak diyakini sebagai salah satu stimulus menunjang investasi ke dalam negeri.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemekeu) realisasi investasi yang ditarik dari tax allowance dan tax holiday sampai dengan Oktober 2019 tercatat sebesar Rp 181,6 triliun.

Artinya, belanja pajak dari kedua insentif tersebut masih jauh di bawah realisasi investasinya. Padahal tersisa dua bulan lagi, serapan belanja pajak masih kurang Rp 39,5 triliun dari realisasi tahun lalu sebesar Rp 221,1 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah masih optimistis belanja pajak bisa menyerap investasi lebih dalam lagi di sisa akhir tahun ini. Hal tersebut selaras dengan adanya rencana relaksasi daftar negatif investasi menjadi daftar positif investasi.

Beleid tersebut tertuang dalam revisi Perpres No. 44/2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

“Kami ingin memberikan sinyal kepada investor bahwa investasi yang masuk ke Indonesia tidak hanya membawa uang, teknologi, dan pengetahuan, tetapi juga menciptakan kegiatan yang produktif bagi Indonesia,” kata Sri Mulyani, Kamis (21/11).

Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi sepanjang Januari-September 2019 sebesar Rp 601,3 triliun, yang terdiri dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 283,5 triliun dan penanaman modal asing (PMA) Rp 317,8 triliun. Meski PMDN tumbuh 17% year on year (yoy), PMA hanya tumbuh 8,2%.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rendahnya serapan belanja pajak seiring dengan stagnansi ekonomi global saat ini. Sehingga pertumbuhan investasi melambat di dalam negeri.

“Memang gairah investor tahun ini tidak cukup baik, apalagi 2019 tahun politik, banyak investor yang wait and see,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Minggu (24/11).

Dari sisi tax allowance dan tax holiday, Prastowo menilai secara umum ada perbaikan peminat dan komitmen investasi. Hanya saja, pemerintah perlu lebih fokus sektor mana saja yang memang layak mendapat insentif. Sebaiknya diberi insentif yang luas dari sisi sektor, jangan ada lagi dispute dan hambatan.

Kata Prastowo, pemerintah perlu merancang insentif pajak yang dialokasikan dari belanja pajak dengan dasar insentif pajak yang lebih praktis, berupa penghilangan hambatan. Disinsentif juga perlu diperhatikan.

Meski demikian, Prastowo bilang kalau memang niat pemerintah mendorong investasi, harus ada pengorbanan revenue dari sisi penerimaan pajak. ”Yang penting diukur dampak ke jangka panjang,” ujar Prastowo.

Sementara itu, sampai dengan akhir tahun 2019, Prastowo memandang penyerapan insentif pajak akan cenderung stagnan dibanding tahun lalu. Sebab, ekonomi global yang sepenuhnya belum membaik.

Di sisi lain, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, ketentuan tax allowance dan tax holiday pada umumnya menciptakan hilangnya penerimaan pajak. Oleh karena itu evaluasi atas belanja pajak diperlukan.

Tujuan utama pelaporan belanja pajak adalah transparansi dan untuk meninjau sejauh mana belanja pajak tersebut telah memberikan dampak positif. “Pemerintah harus evaluasi lebih ke sejauh mana efektivitas belanja pajak tersebut,” kata Bawono.

Bawono menyatakan bahwa insentif berupa tax holiday dan tax allowance pada dasarnya sudah baik dan efektif dalam menarik investasi. DDTC menggarisbawahi bahwa investasi itu dipengaruhi faktor non-pajak dan pajak, baik dari ketentuan maupun dari sisi administrasi.

Kata Bawono, dari sisi persyaratan, belanja pajak harus diberikan ketika ada persyaratan tertentu. Dia mengakui bahwa persyaratan investasi dalam tax holiday sudah sangat longgar.