Ketua MPR desak pemerintah terapkan SIN untuk dongkrak penerimaan pajak

24 November 2019

Kontan, Minggu, 24 November 2019 / 16:29 WIB

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA.  Single identification number (SIN) atau sistem identifikasi satu nomor kepada Wajib Pajak (WP) dinilai ampuh mendongkrak penerimaan pajak.

SIN diharapkan dapat menekan potensi penurunan pajak karena hadirnya kebijakan omnibus law perpajakan yang tujuannya untuk menarik investasi dalam negeri, tapi berpotensi menggerus penerimaan pajak.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan, SIN merupakan gagasan sangat baik karena menciptakan sistem yang kondusif dalam hal penerimaan pajak.

Maka bila SIN diimplementasikan pada periode pemerintah saat ini dapat menjadi motor penggerak para WP terutama WP Badan untuk membayar pajak lebih tinggi lagi dari saat ini.

Sebab, tax amnesty yang sudah digelar beberapa tahun lalu telah memberikan satu kesempatan bagi warga negara dan pengusaha nasional untuk melakukan pengakuan dosa.

Dengan hasil tax amnesty yang memuaskan, Bambang menganggap pemerintah saat ini perlu mendorong lebih gencar lagi dalam meningkatkan kesadaran atas kepatuhan WP.

“Bahwa pajak ini seharusnya dilakukan melalui by system jadi kita hindari pelanggaran pajak melalui penekanan atau pemeriksaan. Kita harus tumbuhkan kesadaran atau ‘memaksa’ orang bersikap jujur membayar pajaknya,” kata Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Sabtu (23/11).

Menurut Bambang, kalau sudah terintegrasi secara sistem (SIN) dia meyakin petugas pajak akan lebih ringan. Karena pergerakan ekonomi para wajib pajak termonitor dengan baik.

Bila ada masalah bisa langsung teridentifikasi. Sehingga, otoritas perpajakan tidak perlu melakukan pemeriksaan yang selama ini menjadi ekstra effort utama terhadap wajib pajak.

“Sekarang ini, momen yang paling bagus karena negara sedang membutuhkan effort yang sangat besar dari dunia usaha agar bisa memberikan stimulus bagi ekonomi nasional,” kata Bambang.

Namun demikian, Bambang mengatakan pemerintah harus membuat konsensus nasional, melakukan rekonsiliasi nasional di bidang ekonomi dan memberikan kesempatan bagi pengusaha besar yang selama ini ingin membayar pajak cuma takut bermasalah, karena sebelum sebelumnya ada pajak yang tidak dibayarkan.

Sebab, menurutnya kalau tidak memakai sistem atau payung rekonsiliasi ini bisa menjadi masalah. Bisa masalah pidana bahkan karena ada ketidakjujuran disana.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Mukhamad Misbakhun menambahkan, SIN adalah upaya untuk memperkuat bagaimana otoritas perpajakan menjadi institusi yang kuat dalam menjalankan tugas untuk mendapatkan penerimaan negara. Sebab, saat ini banyak hambatan yang dialami petugas pajak dalam mengumpulkan penerimaan negara dari sektor pajak dari banyak aspek.

Misbakhun menilai rendahnya kesadaran wajib pajak dapat ditingkatkan dengan adanya sistem tersebut. “Misalnya kesadaran kontraktor yang mendapatkan proyek dari pemerintah apakah pajaknya sudah beres. Baik di tingkat pemerintah di daerah jawa sampai seluruh pelosok,” ujar Misbakhun.

Menurut anggota Fraksi Parta Golkar itu, kesadaran WP menjadi tantangan terbesar otoritas perpajakan. Dia bilang pemerintah tidak bisa berharap penerimanaan pajak moncer bila sekat-sekat data perpajakan masih belum terkumpul.

Mantan Dirjen PajakHadi Poernomo, mengatakan kunci SIN terletak pada transparansi. Ada tujuh kendala utama tidak dapat terwujudnya transparansi bersumber pada kerahasiaan. Pertama Pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatur kreditur bank merupakan rahasia.

Kedua, Pasal 41 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menegaskan debitur bank merupakan rahasia.  Ketiga, Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa soal Laporan Lalu Lintas Devisa merupakan rahasia.

Keempat, pasal 1 Keppres Nomor 68 Tahun 1983 tentang Deposito yang menyatakan deposito merupakan rahasia.  Kelima, Pasal 5 dan Pasal 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 di mana tidak dilaksanakannya penyampaian NPWP dan Laporan Keuangan dalam Permohonan Kredit.

Kelima Pasal 85 dan 89 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal bahwa informasi pelaku pasar merupakan rahasia.  Keenam ketiadaan akses pada kartu kredi.

Ketujuh, Pasal 26 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU yang mengatur kegiatan pencucian uang dan transaksi mencurigakan tidak dapat diakses pajak karena termasuk rahasia bank.