Kapan Pajak Karbon Berlaku? BKF: Gak Tau, Tergantung Perang

19 August 2022

NEWS – Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia

18 August 2022

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan pajak karbon, dari yang seharusnya diimplementasikan pada 1 Juli 2022. Alasannya, karena perekonomian nasional dibayangi risiko global.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menjelaskan pajak karbon merupakan upaya Indonesia untuk mengendalikan perubahan iklim atau climate change. Sementara itu, Febrio menilai climate change bukan hanya urusan Indonesia saja, tapi juga seluruh dunia.

Dalam menuju emisi rendah karbon pada 2060 mendatang, pemerintah melihat saat ini penuh dihadapkan berbagai tantangan, baik itu inflasi global karena harga komoditas, serta terjadinya geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang belum usai.

Pada tahun ini, pemerintah memutuskan untuk menjaga daya beli masyarakat, di tengah inflasi yang saat ini sudah melambung hingga 4,94% (year on year) pada Juli 2022.

“Ini belum selesai, ketidakpastian itu masih sangat tinggi. Makanya fokus pemerintah tetap arahkan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat. Ini yang akan terus kita jadikan fokus untuk 2022,” jelas Febrio saat ditemui di DPR, Kamis (18/8/2022).

Pajak karbon yang dipersiapkan pemerintah, kata Febrio akan menyesuaikan pasar karbon. Kita berharap pasar karbon, yang sudah berjalan pilotnya di Indonesia dan diharapkan bisa didukung.

Dalam pasar karbon itu lah, nanti kita harapkan secara global terjadi interaksi. Sehingga, biaya untuk menurunkan emisi global itu memang bisa dishare di dalam pasar karbon tersebut, karena penurunan emisi global.

“Ketika kita turunkan emisi, yang diuntungkan itu adalah seluruh publik dari global. Artinya harus terjadi burden sharing, siapa yang harus membiayai upaya untuk penurunan emisi karbon tersebut, ini yang kita siapkan,” tutur Febrio.

Oleh karena itu, Febrio belum bisa memastikan kapan pajak karbon bisa diterapkan di Indonesia. “Gak tau kapan (diterapkan), karena gejolaknya kita gak tahu. Apakah perangnya akan selesai dalam waktu satu tahun, kalau bisa bilang begitu kita bisa lakukan dengan baik. Ini dalam konteks gejolak ketidakpastian, kita fokuskan dahulu menghadapi ketidakpastian tersebut,” jelas Febrio.

Pemerintah pun memastikan, penundaan pajak karbon ini sudah didiskusikan dengan para pelaku usaha dan pihak swasta lainnya.

“Kita tahu bersama-sama, bhawa risiko dari perubahan iklim itu nyata, kenaikan suhu global itu nyata. Kita bersama-sama merumuskan. Jadi, pihak swasta dan pengusaha punya kepentingan yang sangat besar untuk kita bisa mengikuti arah dari tren investasi global,” kata Febrio melanjutkan.

Penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kedua kali setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu, pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.

Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan mencatat bahwa tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di dunia untuk urusan pajak karbon.

Penetapan pajak karbon di Indonesia memakai skema cap and tax atau mendasarkan pada batas emisi. Terdapat dua mekanisme yang bisa digunakan Indonesia, yaitu menetapkan batas emisi yang diperbolehkan untuk setiap industri atau dengan menentukan tarif pajak yang harus dibayarkan setiap satuan tertentu.

Secara umum, skema cap and tax ini mengambil jalan tengah antara skema carbon tax dan cap-and-trade yang lazim digunakan di banyak negara. Modifikasi skema pajak karbon tentu diperlukan karena ada perbedaan ekosistem industri antar wilayah, termasuk respons publik terhadap aturan baru tersebut.