Kemenkeu Pastikan NIK Aman Setelah Terintegrasi NPWP

11 August 2022

Rabu, 10 Agustus 2022

Jakarta, Beritasatu.com – Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi menegaskan telah mempersiapkan pengamanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) setelah terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

“DJP (Direktorat Jenderal Pajak) Kemenkeu dan Ditjen Dukcapil (Pendudukan dan Pencatatan Sipil) Kemendagri sudah memiliki kerja sama untuk menjaga masing-masing data di dalam sistem kita. Kita dan Dukcapil sama-sama menjaga data kependudukan agar tidak lari ke pihak ketiga,” kata Iwan dalam Podcast Cermati yang dipantau di Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Ia mengatakan DJP akan terus membangun teknologi pengamanan yang mumpuni, protokol pengamanan, dan meningkatkan kesadaran pegawai DJP serta masyarakat umum untuk menjaga data kependudukan. “Kalau di DJP terkait keamanan, sejak 2017 dan 2018 kita sudah dinilai oleh OECD dan sudah disertifikasi bahwa sistem kita aman,” imbuhnya.

Ia juga mengimbau agar masyarakat menjaga NIK mereka dan mulai beralih kepada penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) secara digital sehingga tidak lagi perlu difotokopi. “Ini harus dijaga, caranya bisa menggunakan pembaca kartu atau pengenal wajah. Tapi itu nomornya tidak telanjang, jadi jangan sekali-kali share NIK,” ucapnya.

Ke depan pemerintah juga akan menutup NIK dengan nomor kartu atau alamat surat elektronik agar tidak langsung terbaca selain oleh pemiliknya. “Ini akan kita tingkatkan terus bersama Dirjen Dukcapil Kemendagri, yang setahu saya juga sedang mengembangkan tanda pengenal digital berbasis NIK di perbankan mobile. Jadi proses itu yang harus kita dalami,” ucapnya.

Integrasi NIK dan NPWP
Sementara Iwan Djuniardi mengatakan saat ini setidaknya 19 juta NIK sudah diintegrasikan dengan NPWP. “Pada saat kita menyandingkan ada NPWP yang NIK-nya tidak update. Kemudian kita cek namanya berbeda, jadi ini yang pertama kita sandingkan dulu,” katanya.

Menurutnya, integrasi data NIK dan NPWP menghadapi kesulitan karena Indonesia belum memiliki standar dalam pencatatan data penduduk sehingga perlu penyesuaian. “Misalnya data alamat, ada yang menulis ‘jalan’ ada pula yang ‘jl’. Begitu pula nama penduduk, Indonesia tidak mengenal nama depan atau belakang,” katanya.

Ke depan ia berharap penggunaan NIK sebagai NPWP dapat memudahkan penduduk dalam membayar pajak.

DJP juga sedang membangun sistem agar pembayaran pajak dapat dilakukan melalui situs web pihak ketiga, seperti perbankan. Selain itu, akan dibangun aplikasi yang menyesuaikan dengan kebiasaan Wajib Pajak (WP). “Jadi misalnya saat ada tunggakan pajak, pegawai pajak bisa mengetahui apa yang harus dilakukan berdasarkan kebiasaan wajib pajak, apakah cukup dengan notifikasi, penyuratan, atau dipanggil,” katanya.

Dia berharap digitalisasi pembayaran pajak dapat membuat pelayanan lebih efisien dan ramah lingkungan, sehingga DJP sekaligus mendukung penghijauan sistem pajak. “Kita turut menghijaukan sistem pajak dengan tidak menggunakan banyak kertas. Jadi kita turut mendukung gerakan greening the tax system (menghijaukan sistem pajak),” ucapnya.