Kemenkeu sebut Indonesia menjadi negara penggerak pertama pajak karbon di dunia

13 October 2021

Rabu, 13 Oktober 2021 /

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa Indonesia menjadi penggerak pertama pajak karbon di dunia. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan UU HPP ini membuat Indonesia telah menjadi salah satu dari sedikit negara, yang mengimplementasikan pajak karbon lebih dahulu.

“Indonesia menjadi penggerak pertama pajak karbon di dunia terutama dari negara kekuatan ekonomi baru (emerging). Ini bukti konsistensi komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan ekonomi yang kuat, berkeadilan, dan berkelanjutan,” kata Febrio dalam laporannya, Rabu (13/10).

Febrio menuturkan, pajak karbon merupakan bagian dari kebijakan nilai ekonomi karbon (carbon pricing). Pengenaan pajak karbon dinilai mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, serta investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan.

Sementara dalam konteks pembangunan, penerimaan negara dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial. Meskipun demikian, tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku (changing behavior) para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

“Implementasi pajak karbon ini menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon, di antaranya Inggris, Jepang dan Singapura,” lanjut Febrio.

Lebih lanjut, Febrio menuturkan, pengenaan pajak karbon juga sebagai bagian dari komitmen pemerintah menurunkan emisi karbon. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

Pajak karbon, lanjutnya, juga menjadi bukti konsistensi komitmen pemerintah mewujudkan ekonomi yang kuat, berkeadilan, dan berkelanjutan. Sebelumnya, pemerintah juga sudah memulai percepatan investasi hijau melalui berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan fasilitas PPN untuk pengembangan energi terbarukan.

Prioritas utama penurunan emisi gas rumah kaca tersebut berada pada sektor kehutanan serta sektor energi dan transportasi yang mencakup 97% dari target penurunan emisi Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Selain itu, Indonesia juga menargetkan emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060.

Pada tahap awal, pajak karbon akan mulai diterapkan pada sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mulai 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).

Tarif senilai Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan, sejalan dengan pengembangan pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batu bara.

Febrio menyebut pemerintah memahami transisi hijau sangat penting sehingga dalam mekanisme pengenaannya wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang telah dibelinya di pasar karbon sebagai pengurang kewajiban pajak karbonnya.

Dengan penerapan pajak karbon, sambungnya, Indonesia akan menjadi penentu arah kebijakan global dalam melakukan transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan. “Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan, baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur,” pungkasnya.