Tax Amnesty II Muncul Karena Banyak Orang RI di ‘Underground’

13 October 2021

NEWS – Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia

 

13 October 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Pertanyaan besar muncul ketika pemerintah memberlakukan lagi kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty, meskipun dibalut dengan nama berbeda yakni program pengampunan sukarela.

Adalah kenapa pemerintah tidak bisa mengejar para pengemplang pajak sementara sudah memiliki banyak data seperti Automatic Exchange of Information (AEoI)?

 

“Tidak semua terjaring AEoI. Bagaimana yang di dalam negeri dan underground? Bagaimana di negara lain dan belum ada kerjasama pertukaran?,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo kepada CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021).

Alasan itu lah, kata Yustinus yang membuat pemerintah harus melakukan PPS WP. Disamping itu, pelaksanaan PPS WP ini untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk melapor kekayaannya. Namun sayangnya dia tidak menjelaskan lebih lanjut siapa dan berapa banyak orang yang berada dalam lingkup ‘underground’ tersebut.

Pemerintah juga meringankan wajib pajak untuk mengoptimalkan kepatuhannya, dibanding harus mengenakan sanksi administrasi 200% terhadap PPh final bagi mereka yang tak taat lapor.

Lagi pula, dengan adanya program ini, pemerintah bisa mendapatkan penerimaan lebih besar jika dibandingkan dengan pelaksanaan Tax Amnesty Jilid I sebelumnya, karena tarif PPh finalnya yang berlaku lebih rendah yakni 2% hingga 10%.

“Sanksi 200% membuat orang takut mengungkapkan sukarela. Kenapa? terlalu berat. Maka direlaksasi. Negara tetap mendapat haknya dengan cara relaksasi sanksi,” jelas Yustinus.

“Negara mendapatkan lebih besar dibanding tahun 2016%, itu karena tarif sekarang kan 6%, 8%, dan 11%,” ujarnya lagi.

Sebagai gambaran, AEoI adalah sistem investigasi pertukaran informasi keuangan yang bisa dilakukan oleh DJP dengan antar negara. Inisiasi ini dibuat oleh anggota G20 bersama Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

Secara umum, AEoI adalah pertukaran informasi yang melibatkan transmisi sistematis dan periodik atas informasi wajib pajak yang dilakukan secara ‘massal’ oleh negara asal ke negara tempat wajib pajak terdaftar sebagai residen pajak.

Informasi wajib pajak itu mengenai berbagai jenis penghasilan seperti dividen, bunga, royalti, gaji, dan pensiun. Informasi yang dipertukarkan otomatis biasanya dihimpun di negara asal secara rutin melalui pelaporan transaksi oleh payer yakni lembaga keuangan, pemberi kerja, dan lain lain

Indonesia sendiri bukan merupakan negara suaka pajak (tax haven). Tarif pajak di Indonesia masih di atas rata-rata kawasan. Posisi ini jelas mempengaruhi daya tawar ketika Indonesia mencoba bernegosiasi membuat perjanjian AEoI dengan negara tax haven, atau negara yang tarif pajaknya rendah.