KEPASTIAN HUKUM : Pemerintah Revisi Aturan CFC

12 February 2019

Bisnis.com  Selasa, 12/02/2019 02:00 WIB

JAKARTA — Pemerintah akan mengubah aturan terkait controlled foreign company (CFC) rules guna memberikan kepastian kepada pelaku usaha.

Perubahan aturan yang belum lama diimplementasikan tersebut akan merevisi PMK 107/2017 tentang Penetapan saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri non-Bursa.

Informasi yang dihimpun Bisnis, revisi beleid itu akan membedakan antara pendapatan yang bersifat pasif dan aktif. Keputusan untuk merevisi aturan tersebut dilakukan karena regulasi yang berlaku saat ini dianggap mendistorsi daya saing berusaha.

Apalagi mekanisme yang berlaku saat ini mengharuskan pengusaha menyetor PPh kepada Ditjen Pajak atas dividen BULN non-bursa yang belum dibagi.

Selain alasan tersebut, PMK 107/2017 juga dianggap mengangkangi Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), karena memperluas basis penghitungan pajak atas dividen BULN non-bursa dari semula hanya menyasar ke pengendali langsung kemudian mencakup pengendali tak langsung BULN non-bursa.

Padahal, kalau merujuk ke UU PPh, aturan ini hanya mengatur kepemilikan langsung penyertaan modal WPDN di BULN non-bursa paling rendah 50% atau secara bersama-sama memiliki dengan WPDN lainnya dengan penyertaan modal minimal 50%.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol membenarkan bahwa pemerintah tengah melakukan revisi terhadap PMK 107/2017. Revisi dilakukan untuk menyempurnakan beberapa sisi regulasi yang dianggap masih perlu dibenahi misalnya terkait dengan ruang lingkup obyek pajak dan dividen.

“Tujuannya untuk lebih memberikan klarifikasi, sehingga mudah untuk dipahami misalnya ruang lingkup obyek pajak,” kata John kepada Bisnis, Senin (11/2).

John tak memungkiri bahwa revisi PMK CFC rules merupakan upaya memberikan kepastikan kepada para pelaku usaha. Artinya, arah kebijakan yang ditempuh Ditjen Pajak dengan revisi beleid ini adalah lebih merespons terhadap lingkungan bisnis supaya bisa lebih berkembang.

“Penyempurnaan masih berjalan, more responsive to bussiness environment ,” ujarnya.

Adapun CFC rules yang terdapat dalam PMK 107/2017 mulai berlaku pada Juli 2017. Lahirnya ketentuan tersebut merupakan bagian dari rencana besar untuk memerangi praktik penghindaran pajak. Salah satu substansi yang diatur dalam beleid itu adalah memperluas basis penghitungan pajak atas dividen BULN non-bursa yang semula hanya mencakup WP pengendali langsung non-bursa, dalam aturan itu juga mencakup WP pengendali tidak langsung.

Sementara itu, Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mengungkapkan, pengusaha sebenarnya memahami maksud pemerintah terkait implementasi CFC rules tersebut. Namun demikian, pemerintah juga harus mengetahui kondisi setiap perusahaan sehingga penerapannya tidak bisa disamaratakan.

Dalam beberapa kasus sering ditemui perusahaan aktif tetapi tidak bisa membagi keuntungan karena harus digunakan untuk kegiatan operasional lagi atau tahun-tahun sebelumnya mengalami kerugian sehingga harus mengompensasikan kerugiannya. “Bisa juga ada kreditor independen yang tidak membolehkan pembagian dividen,” jelasnya.

Dengan kondisi itu, Siddhi berharap jika memang akan ada revisi CFC rules, pemerintah harus membedakan perlakuan perpajakan antara passive income dan active income. Selain itu, kebijakan yang akan ditempuh harus memberikan keadilan bagi semua pihak. “Jadi spiritnya adalah kebijakan yang tepat sasaran,” jelasnya.

Direktur Eksektif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menambahkan bahwa ada beberapa substansi dalam beleid itu yang tak sesuai dengan UU. Salah satunya poin yang memperluas basis penghitungan pajak atas dividen BULN non-bursa seperti yang sudah disebutkan di atas.

“Ini kan enggak friendly dan melampaui UU. Pajak maunya ikut OECD, padahal enggak ada cantolan UU, menimbulkan distrust di kalangan WP,” imbuhnya.

Namun, jelasnya, apabila pemerintah tetap ingin mengatur kepemilikan tidak langsung dalam CFC Rules tersebut, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan revisi UU PPh yang memperluas klausul aturan kepemilikan mencakup kepemilikan langsung dan juga tidak langsung (lapis kedua).

Lebih lanjut, perluasan lingkup aturan CFC rules pada pengendalian bertingkat akan menimbulkan ketidakpastian sehingga berpotensi menurunkan arus investasi.