Lapor Pajak Pakai Coretax dan e-Faktur, Pengusaha Khawatirkan Administrasi Tak Sinkron

12 February 2025

Kalangan pengusaha berharap keputusan Kementerian Keuangan menggunakan dua sistem administrasi perpajakan tidak menimbulkan kerepotan baru bagi wajib pajak.

Bisnis.com

Selasa, 11 Februari 2025

 

Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha berharap keputusan Direktorat Jenderal Pajak untuk menggunakan dua sistem administrasi perpajakan tidak membuat wajib pajak repot dengan melapor dua kali.

Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama meminta agar Direktorat Jenderal Pajak bisa memastikan bahwa data dalam Coretax (sistem baru) dan DJP Online (sistem lama) tersinkronisasi.

“Sehingga nanti yang dikerjakan melalui DJP Online juga bisa terekam di Coretax, sehingga ke depan tidak perlu dikerjakan berulang,” jelas Siddhi kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025).

Di samping itu, dia mengapresiasi keputusan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengaktifkan kembali sistem administrasi perpajakan yang lama. Menurut Apindo, sambungnya, pengaktifan kembali sistem administrasi perpajakan lama merupakan solusi yang bijak

“Walaupun sudah ada peningkatan layanan Coretax, tapi berbagai kendala memang masih sering terjadi sehingga penggunaan Coretax belum maksimal,” ujar Siddhi.

Sebagai informasi, sebelumnya Komisi XI DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo untuk membahas permasalahan implementasi Coretax.

Pada rapat tersebut, Komisi XI DPR khawatir penerimaan negara terganggunya akibat permasalahan implementasi Coretax yang masih kerap ditemukan usai diluncurkan pada 1 Januari 2025.

Oleh sebab itu, Komisi XI meminta Ditjen Pajak untuk memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi agar setoran pajak tidak terganggu.

Bahkan, Dewan sempat meminta agar pengimplementasian Coretax ditunda. Kendati demikian, terjadi perdebatan.

Pada akhirnya disepakati jalan tengah yaitu Coretax tetap berjalan namun Direktorat Jenderal Pajak menerapkan sistem perpajakan yang lama seperti DJP Online hingga e-Faktur Desktop.

“Jadi kita menggunakan dua sistem ya,” ujar Suryo Utomo dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).

Suryo menjelaskan keputusan tersebut diambil agar wajib pajak mempunyai opsi selama masa transisi pengaplikasian Coretax. Jika Coretax bermasalah maka wajib pajak bisa menggunakan sistem lama agar kewajiban administrasi perpajakan tetap bisa terlaksana.

 

Berikut 8 Poin Kesepakatan Komisi XI DPR dan Ditjen Pajak terkait Coretax:

  1. Komisi XI DPR RI telah mendengarkan penjelasan dari Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tentang implementasi sistem Coretax.
  2. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama, sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak menggangu kolektivitas penerimaan pajak.
  3. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjamin bahwa sistem IT apapun yang digunakan, tidak akan mempengaruhi upaya kolektivitas penerimaan pajak di APBN Tahun Anggaran 2025.
  4. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyiapkan roadmap implementasi coretax berbasis resiko yang paling rendah dan mempermudah Pelayanan terhadap Wajib Pajak.
  5. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada tahun 2025.
  6. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam rangka penyempurnaan sistem Coretax wajib memperkuat Cyber Security.
  7. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR RI secara berkala.
  8. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dan tanggapan Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR RI paling lama 7 (tujuh) hari kerja.