Masih Ada Peluang Optimalkan Daya Pungut PPN

01 February 2023

Senin, 30 Januari 2023

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perekonomian Indonesia terus menunjukkan pemulihan. Hal ini tidak terlepas dari faktor meningkatnya konsumsi rumah tangga yang diperkirakan akan semakin menguat sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat pasca pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Konsumsi masyarakat yang semakin menguat juga akan berdampak pada setoran pajak konsumsi alias pajak pertambahan nilai (PPN) serta kemampuan pemerintah dalam memungut pajak konsumsi tersebut.

Memang, daya pungut pemerintah dalam mengejar setoran pajak atas konsumsi terus membaik meskipun di tahun ini banyak tantangan perekonomian, seperti inflasi tinggi.

Berdasarkan perhitungan Kontan.co.id dengan menggunakan PDB atas dasar harga berlaku, kemampuan pemerintah dalam memungut PPN mulai membaik setiap tahunnya.

Hal ini tercermin dari value added tax (VAT) gross collection ratio pada kuartal III-2022 sebesar 67,10% apabila menggunakan asumsi tarif PPN sebesar 10%. Sementara itu, apabila menggunakan asumsi tarif PPN 11%, maka kemampuan pemerintah dalam memungut pajak konsumsi berada di angka 73,81%.

Sejatinya, pemerintah resmi menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022. Kenaikan ini merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Oleh karena itu, dalam perhitungan VAT gross collection menggunakan dua tarif yakni tarif PPN 10% dan juga tarif PPN 11%.

Meski menggunakan perhitungan tarif yang berbeda, angka VAT gross collection keduanya meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Misalnya saja, VAT gross collection pada tahun 2021 tercatat hanya sebesar 59,65%. Namun sebenarnya, meski telah membaik namun VAT Gross collection tersebut masih bisa dioptimalkan.

“59,65% itu dapat diartikan bahwa pemerintah berhasil menggali penerimaan PPN sebesar 59,65% dari seluruh potensinya. Masih banyak potensi yang dapat digali oleh pemerintah,” ujar Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, Senin (30/1).

Fajry mengatakan, ada beberapa faktor sebenarnya yang membuat VAT ratio belum optimal. Pertama, kata Fajry, masih banyaknya objek yang dikecualikan dari pengenaan PPN.

“Di aturan kita masih banyak barang atau jasa yang mendapatkan fasilitas PPN. Dan fasilitas PPN ini kontribusinya terbesar dalam belanja perpajakan kita,” kata Fajry.

Kedua, Fajry bilang, saat ini batas Pengusaha Tidak Kena Pajak (PKP) yang ditetapkan oleh pemerintah terlalu tinggi, yakni Rp 4,8 miliar per tahun. Alhasil, banyak wajib pajak yang tidak wajib dipungut PPN.

Dan terakhir, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Padahal, usaha di bawah Rp 4,8 miliar per tahun tidak wajib pungut PPN.

“Alhasil banyak usaha yang tidak masuk ke dalam sistem PPN kita,” tandas Fajry.