Menciptakan Kesetaraan dalam Pengenaan PPN Digital

11 February 2021

CNBC Indonesia

 

10 February 2021

Indonesia merupakan negara yang memiliki pasar internet terbesar di Kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan e-economy SEA 2020 Report, skala ekonomi digital Indonesia mencapai USD 44 milyar, naik 11% dibanding tahun 2019, dan diprediksikan tumbuh sampai dengan USD 124 milyar pada tahun 2025.

Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi produk digital oleh masyarakat Indonesia sangat besar dan meningkat setiap tahunnya. Dengan besarnya pasar ekonomi digital di Indonesia, Pemerintah memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan penerimaan pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pengenaan PPN Digital Saat Ini

Pengenaan PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) luar negeri tidak bertentangan dengan prinsip atau konvensi internasional. Berdasarkan prinsip internasional, pengenaan PPN didasarkan pada asas destinasi konsumsi, yaitu tempat di mana konsumsi dilakukan.

Dengan demikian, negara yang menjadi tempat konsumsi dapat mengenakan PPN kepada konsumen. Namun demikian, sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 (UU 2/2020), Pemerintah belum dapat mewajibkan pedagang/platform luar negeri untuk memungut PPN karena belum adanya landasan hukum yang mewajibkan mereka untuk memungut PPN.

Ketentuan wajib pungut PPN bagi pedagang/platform tersebut juga dituangkan dalam peraturan pelaksanaan UU 2/2020, yaitu: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 (PMK 48/2020), dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 12/PJ/2020 (PER- 12/2020), yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2020.

PPN merupakan pajak yang ditanggung oleh konsumen, berbeda dengan pajak penghasilan yang ditanggung oleh penjual. Pengenaan PPN digital berdasarkan PMK 48 dilakukan melalui sistem pemungutan, di mana pedagang luar negeri atau platform akan memungut PPN dari konsumen dalam negeri atas konsumsi barang tidak berwujud atau jasa dari luar negeri.

Merujuk pada Perdirjen 12/2020, Pedagang luar negeri/platform yang memiliki transaksi dengan konsumen di Indonesia dengan jumlah melebihi Rp600 juta dalam 1 tahun atau Rp50 juta dalam 1 bulan dan/atau memiliki jumlah traffic/pengakses melebihi 12.000 dalam 1 tahun atau 1.000 dalam 1 bulan, dapat ditunjuk sebagai Pemungut PPN. Sejak diterbitkannya PMK 48 sampai dengan akhir tahun 2020, sudah lebih dari 50 pedagang dan paltform yang ditunjuk menjadi pemotong PPN.

Selain untuk menambah penerimaan, pengenaan PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa melalui PMSE juga bertujuan untuk menciptakan level playing field antara bisnis konvensional dan digital. Bisnis konvensional yang merupakan Pengusaha Kena Pajak telah diwajibkan untuk memungut PPN atas barang kena pajak berdasarkan UU PPN.

Belum Setaranya Pemungutan PPN Digital

Pemerintah telah mewajibkan pedagang/platform luar negeri untuk memungut PPN dari konsumen di Indonesia atas impor jasa atau barang tidak berwujud. Namun demikian, kewajiban yang sama belum diterapkan bagi platform dalam negeri terkait penjualan melalui sistem elektronik kepada konsumen dalam negeri. Platform dalam negeri hanya diwajibkan untuk memungut PPN atas penjualan oleh pedagang luar negeri kepada konsumen di Indonesia melalui platform yang dimilikinya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan ketidakadilan bagi pedagang/platform luar negeri yang telah diwajibkan memungut PPN.

Selain menimbulkan biaya kepatuhan yang cukup tinggi bagi Pedagang/Platform luar negeri, kewajiban memungut PPN dari konsumen di Indonesia dapat mengurangi daya saing pedagang/platform luar negeri Jika dibandingkan dengan platform dalam negeri. PPN yang harus dipungut oleh pedagang/platform luar negeri akan menyebabkan tagihan kepada konsumen menjadi lebih tinggi karena adanya tambahan unsur PPN, belum lagi adanya tambahan ongkos kirim.

Sementara itu, pedagang/platform dalam negeri yang melakukan penjualan secara elektronik kepada konsumen di Indonesia, berdasarkan ketentuan yang ada saat ini, belum diwajibkan untuk memungut PPN dari konsumen di Indonesia. Dengan demikian, konsumen dimungkinkan mendapatkan harga yang lebih rendah jika berbelanja melalui platform domestik karena tidak adanya tambahan unsur PPN.

Meskipun pedagang atau platform dalam negeri mempunyai kewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas laba yang diperoleh, namun kewajiban untuk memungut PPN belum dituangkan dalam suatu ketentuan perundang-undangan, sehingga masih dimungkinkan bagi pengusaha e-commerce untuk tidak memungut PPN. Untuk menciptakan level playing field antara pedagang/platform luar negeri dan pedagang/platform dalam negeri, kewajiban untuk memungut PPN harus diterapkan juga untuk e-commerce dalam negeri.

Selain itu, mengingat pelaku usaha e-commerce dalam negeri merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri, akan lebih mudah bagi pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya dan bagi otoritas pajak, akan lebih mudah dalam melakukan pengawasan.

Beberapa waktu yang lalu Pemerintah pernah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210 Tahun 2018 (PMK 210), namun kemudian dicabut karena adanya kesimpang siuran informasi yang berkembang di masyarakat. Peraturan tersebut sejatinya hanya mengatur kewajiban pelaku e-commerce untuk melaporkan data tertentu terkait penjualannya.

Namun demikian, masyarakat memahami peraturan tersebut sebagai dasar pengenaan pajak baru atas e-commerce, yang kemudian dinilai tidak menciptakan keadilan bagi pelaku e-commerce dalam negeri karena kewajiban yang sama sebagaimana diatur dalam PMK 210 belum diterapkan bagi pedagang/platform luar negeri. Selain itu, pelaku e-commerce menganggap belum tercipta keadilan antara pedagang yang berdagang melalui platform resmi dan pedagang yang berdagang melalui media sosial.

Dengan telah diwajibkannya pedagang/platform luar negeri untuk memungut PPN dari konsumen dalam negeri, Pemerintah telah mempunyai dasar untuk mewajibkan pelaku PMSE dalam negeri untuk memungut PPN dari konsumen di Indonesia atas transaksi e-commerce dalam negeri. Dengan menerapkan kewajiban yang sama kepada e-commerce dalam negeri, Pemerintah dapat mendorong terciptanya level playing field sekaligus menambah penerimaan pajak.