Menkeu: AMT untuk Ciptakan Rasa Keadilan antar Wajib Pajak Badan

04 June 2021

Jumat, 4 Juni 2021

JAKARTA, investor.id – Pemerintah berencana menerapkan kebijakan Alternative Minimum Tax (AMT) untuk korporasi. Sehingga untuk perusahaan yang merugi dapat tetap menyetor pajak ke negara dengan tarif minimum.

Penerapan AMT memiliki tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak atas korporasi.  Berdasarkan paparan Rapat Kerja (Raker) antara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (31/5), AMT ditujukan bagi wajib pajak (WP) Badan dengan pajang penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo Dihubungi terpisah, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan rencana kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan rasa keadilan dan kesetaraan bagi seluruh wajib pajak badan. “AMT ini untuk menjamin fairness.

Jangan sampai ada perusahaan bayar pajaknya patuh, tapi ada yang merugi bertahun-tahun tidak bayar pajak, tapi (kondisi perusahaan) masih eksis,” tuturnya kepada Investor Daily Kamis (3/6). Ia menegaskan kebijakan ini harus mulai diatur, sebab secara logika semua wajib pajak menikmati fasilitas dan layanan publik di Indonesia.

Dengan adanya AMT dinilainya dapat mendorong kepatuhan secara sukarela. “AMT akan mendorong kepatuhan sukarela karena memberi pilihan: mau bayar pajak normal atau AMT? Jadi merugi yang non-alamiah berturut-turut tidak lagi jadi pilihan untuk menghindar pajak”, ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan rencananya aturan ini akan masuk dalam revisi Undang Undang terlebih dahulu. Namun ia belum menegaskan apakah rencana ini akan masuk dalam revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

“Kan harus melalui revisi Undang-Undang. Masuk atau tidaknya dalam (Revisi UU KUP) mugkin nanti tunggu draft final yang msh di pimpinan DPR, ” paparnya.

Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku mendukung rencana pengenaan pajak minimum  yang merupakan bagian dari reformasi perpajakan PPh badan yang tengah dilakukan pemerintah, sejalan  dengan tren globalisasi.

Pasalnya sudah banyak praktik penghindaran perpajakan terutama dari para korporasi multinasional. Bahkan catatannya pada  tahun 2016, Bambang Brodjonegoro saat menjadi Menteri Keuangan sempat mengutarakan bahwa ada sekitar 2.000 PMA tidak membayar pajak dalam sepuluh tahun terakhir, alasannya, perusahaan tersebut rugi terus.

“Kan aneh juga, sepuluh tahun rugi terus, tapi kok tetap beroperasi? Bahkan omzetnya begitu besar. Ini indikasi kuat akan adanya praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif,” kata Fajry.

Beberapa lembaga internasional juga banyak memberikan opsi untuk menangkal praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif, salah satunya adalah Dana Moneter Internasional (IMF).

IMF merekomendasikan apa yang disebut sebagai alternative minimum tax (AMT), terutama bagi negara-negara berkembang.  Negara yang mengimplementasikan kebijakan ini juga sudah banyak, dari negara maju seperti Amerika, Kanada, Beligia, sampai negara berkembang seperti India dan Pakistan.

“Diusulkan dikenakan tarif 1 persen dari peredaran usaha. Jadi dia menjadi safeguard atas praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif,” katanya.  Akan tetapi Fajry menilai seharusnya pajak minimun ini sebaiknya tidak dikenakan ke semua perusahaan yang merugi, melainkan para perusahaan yang mengindikasikan kuat adanya praktik penghindaran pajak.

“Jadi, seharusnya tidak semua perusahaan yang merugi kenakan alternative minimum tax, tapi yang mengindikasikan kuat adanya praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif,” pungkasnya.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), Ajib Hamdani. Sementara itu, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengatakan pihaknya tidak setuju dengan rencana AMT. Sebab, skema tersebut dinilai tidak sesuai dengan prinsip perpajakan.

Ajib menjelaskan jika secara filosofis PPh adalah pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dimiliki oleh wajib pajak. Sehingga, sejatinya perusahaan membayar pajak kalau laba.

“Otoritas seharusnya fokus dengan penguatan database yang kuat dan terintegrasi, dibandingkan dengan membuat alternatif pajak yang tidak sesuai dengan objeknya,” kata Ajib.

Meski begitu, AJib tak memungkiri bahwa AMT dapat menjaring kepatuhan pajak korporasi lebih banyak dari saat ini. AMT bisa mengoptimalkan kewajiban perpajakan, sejumlah korporasi yang selama bertahun-tahun operasi, tetapi mengalami kerugian.