NJOP DKI JAKARTA : Peraturan Gubernur Segera Diterbitkan

08 April 2019

Bisnis Indonesia  Senin, 08/04/2019 02:00 WIB

Bisnis, JAKARTA — Hasil pendataan ulang penggunaan lahan dan bangunan di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah terlambat dari target awal yang ditentukan.

Sebelumnya, Kepala Humas Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Hayatina mengatakan bahwa peraturan gubernur terkait dengan hal itu akan dirilis pada akhir Maret 2019, tetapi hingga kini masih belum diterbitkan.

Hayatina menjelaskan bahwa pendataan wilayah yang memiliki perubahan nilai fungsi hunian menjadi komersial cukup banyak.

“Ya, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan kenaikan NJOP , selain peningkatan infrastruktur dan aksesibilitas moda transportasi, juga adanya perubahan fungsi tempat,” ujarnya.

Ketua BPRD Faisal Syafruddin mengatakan bahwa surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan (SPPT PBB) baru dapat dicetak pada minggu ketiga April 2019.

“Minggu depan sudah bisa cetak SPPT PBB,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (7/4).

Terdapat tiga peraturan gubernur yang masih berada pada fase penelitian dan pengembangan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan salah satunya adalah peraturan NJOP 2019.

Saat ditanya lebih lanjut, Faisal mengemukakan bahwa keterlambatan penerbitan peraturan gubernur kali ini dikarenakan adanya beberapa pembaharuan yang masih perlu dipertimbangkan oleh gubernur.

Salah satunya masih banyaknya perubahan fungsi hunian tinggal yang berubah menjadi komersial yang masih perlu didata.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, SPPT PBB diterbitkan pada bulan kedua awal tahun.

Yustinus mengatakan bahwa keterlambatan penerbitan ini dapat berpengaruh cukup signifikan terhadap target pajak yang sudah dicanangkan oleh BPRD.

Adapun, target keseluruhan pajak dari 13 pajak daerah sebanyak Rp44 triliun tahun ini. Selain itu, target perolehan PBB yang ditetapkan dalam APBD DKI 2019 sebesar Rp9,65 triliun, serta target bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dipatok Rp9,50 triliun.

“Sebenarnya lebih cepat penyampaian SPPT lebih baik sehingga warga dapat mempersiapkan biaya lebih awal untuk pembayaran pajak. Jika terlambat, nantinya ada risiko terlambat bayar apalagi dilihat tahun ini memiliki target yang tinggi kenaikannya,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (7/4).

Sebelumnya, Hayatina mengatakan bahwa daerah yang memiliki peningkatan dan pertumbuhan aksesbilitas moda transportasi menjadi salah satu zona yang akan mengalami kenaikan NJOP 2019.

Pendataan tersebut dilakukan untuk memaksimalkan perolehan PBB-P2 atas lahan dan bangunan yang difungsikan secara komersial.

Jika lahan yang difungsikan secara komersial, lahan tersebut memiliki nilai tambah sehingga bisa dikenakan pajak yang lebih tinggi dibandingkan lahan-lahan yang berfungsi sebagai tempat tinggal.

Berdasarkan catatan Bisnis, Plt Kepala BPRD Faisal Syafruddin pun mengatakan pendataan ulang ini diperlukan untuk mengejar target pendapatan PBB-P2 yang mencapai Rp9,65 triliun.

Lahan-lahan yang difungsikan secara komersial pun nantinya akan dikategorisasikan berdasarkan jenis usaha dan setiap jenis usaha akan dikenakan persentase pajak yang berbeda.

“Itu pun ada perbedaan untuk kategori bisnis, industri, dan lain-lain. Tidak sama bisa jadi yang satu naik 5%, naik 7%, kita klaster sesuai dengan produksinya,” tutur Faisal, belum ini.

Bersasarkan perhitungan BPRD, per 28 Januari 2019 terdapat 458 lahan dan bangunan yang ditemukan beralih fungsi sehingga pada 2019 akan dikenakan persentase lebih tinggi dari sebelumnya.

Perhitungan pajak berdasarkan pendapatan yang dimaksud oleh Faisal tercantum dalam Pergub No. 208/2012 tentang Penilaian dan Perhitungan Dasar Pengenaan PBB-P2 pasal 4 ayat 1 huruf c.

Dalam poin tersebut tertuang bahwa penilaian objek PBB-P2 bisa ditentukan menggunakan pendekatan kapitalisasi pendapatan.

Dalam ayat 4 diterangkan bahwa pendekatan kapitalisasi pendapatan adalah cara penentuan NJOP dengan mengapitalisasi pendapatan bersih 1 tahun dari objek pajak tersebut.