PELAPORAN SPT WP BADAN : Tantangan Berat Perbaiki Kepatuhan

08 April 2019

Bisnis Indonesia  Senin, 08/04/2019 02:00 WIB

Bisnis, JAKARTA — Target kepatuhan formal secara umum yang begitu tinggi serta tren realisasi kepatuhan wajib pajak (WP) badan dalam kurun 5 tahun belakangan yang masih rendah membuat prospek kepatuhan formal WP badan mengalami sejumlah tantangan.

Untuk tahun pajak 2018, jumlah WP badan yang wajib lapor SPT tahunan tercatat sebanyak 1,47 juta atau naik tipis dibandingkan dengan tahun pajak 2017 yang tercatat sebanyak 1,45 juta. Kenaikan sekitar 20.000-an WP ini merupakan yang terkecil sejak 2017 atau tahun pajak 2016.

Data Ditjen Pajak menunjukkan saat ini WP korporasi yang telah lapor SPT sebanyak 278.000 WP atau 18,9% dari jumlah WP korporasi sebanyak 1,47 juta. Dengan jumlah tersebut, artinya sampai dengan April dan Juli bagi WP yang tahun bukunya April–Maret ada sekitar 1,2 juta WP yang masih harus dikejar kepatuhannya.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, meski ada tantangan, Ditjen Pajak akan mengupayakan kepatuhan wajib pajak badan lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi, jumlah WP badan relatif sedikit sehingga bisa dipantau secara keseluruhan oleh petugas di masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

“Mengingat target yang tinggi tahun ini dan melihat pengalaman tahun lalu, kami akan upayakan kepatuhannya lebih baik,” kata Yoga kepada Bisnis, Minggu (7/4).

Adapun untuk selain dokumen secara umum, bagi WP yang memiliki transaksi terafiliasi, juga wajib menyampaikan transfer pricing documentation (TP Doc).

Apalagi, pemerintah telah merevisi mekanisme pelaporan dokumen harga transfer atau transfer pricing documentation (TP Doc) dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak No. PER-02/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.

Revisi terutama terdapat dalam lampiran 2 huruf J Nomor 14. Dalam terbitan pertama yang sebenarnya baru seumur jagung, pemerintah sebelumnya mewajibkan WP yang memiliki transaksi terafiliasi untuk melampirkan dokumen harga transfer ke dalam SPT tahunan.

Ketentuan tersebut bertentangan dengan aturan lainnya yang secara hirarkis lebih tinggi yaki PMK No.213/PMK.03/2016 yang sebenarnya hanya mewajibkan WP untuk menyampaikan TP Doc dalam bentuk ikhtisar.

Namun demikian, setelah terungkap ke publik, Ditjen Pajak kemudian buru-buru mengubah mekanisme pelaporan TP Docs, yang semula berwujud dokumen menjadi ikhtisar sesuai dengan regulasi yang mengatur di atasnya.

Dalam catatan Bisnis, tren kepatuhan WP korporasi masih cukup rendah. Bahkan tahun lalu kepatuhan anjlok dibandingkan dengan 2017. Dengan realisasi WP koporasi tahun lalu sebanyak 840.000, rasio kepatuhan WP korporasi tahun lalu hanya 58,8%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan 2017 yang rasionya mencapai 65%.

Rata-rata kepatuhan formal WP korporasi atau badan selama 5 tahun terkhir tak lebih dari 57,2%. Angka yang sangat rendah dibandingkan dengan peran PPh badan ke penerimaan pajak yang mencapai 20,4%.

Meski demikian, Ditjen Pajak optimistis target tahun ini bisa memperbaiki peforma kepatuhan WP korporasi. Apalagi, waktu yang tersedia masih cukup lama yakni April dan akhir Juli bagi WP korporasi yang pembukuannya April-Maret.

“Sebagian sudah lapor, sebagian lagi jatuh temponya mungkin bukan pada akhir April. Untuk yang tahun bukunya April-Maret berarti jatuh tempo SPT Tahunannya pada akhir Juli,” imbuh Yoga.

STAGNASI JUMLAH WP

Yoga juga menampik jika stagnasi jumlah WP badan dikaitkan-kaitkan dengan kinerja manufaktur. Dia memastikan, kinerja manufaktur tidak menurun, tetap tumbuh dari tahun ke tahun. Jumlah WP badan wajib SPT Tahunan juga tetap bertambah pada 2018 walaupun tidak signifikan.

“Itu juga kami sudah perhitungkan WP badan yang tidak efektif karena sudah tidak beroperasi atau bubar,” tegasnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebut prospek kepatuhan WP badan tahun ini seharusnya lebih optimal.

Apalagi, dengan jumlah yang relatif sedikit, lebih mudah dilakukan sosialisasi dan pengawasan karena instrumennya lebih banyak.

“Karena hal ini juga bisa dikaitkan dengan institusi lain seperti Bea Cukai dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ,” kata Prastowo, Minggu (7/4).

Kendati demikian, Prastowo menilai bahwa rendahnya kepatuhan WP korporasi bisa diakibatkan oleh status nonefektif terhadap sejumlah korporasi yang sebelumnya tercatat sebagai WP.

“Karena misalnya dari 2 juta ini, banyak yang nonefektif, seharusnya enggak wajib lapor. Tapi kadang administrasi enggak jalan, jadi data WP badan yang wajib lapor enggak representatif,” jelasnya.

Sementara itu, pakar pajak DDTC Darussalam justru berpendapat lain. Dia lebih melihat pada aspek kepatuhan kebenaran materi atau substansi dibandingkan dengan kepatuhan formal penyampaian SPT.

Menurutnya, banyak atau tidaknya WP yang melaporkan SPT, belum tentu menunjukkan tinggi atau rendahnya kepatuhan materiel WP badan.

Dia mengatakan, dibandingkan dengan 2017, pertumbuhan penerimaan PPh badan (Pasal 25/Pasal 29) Tahun 2018 year-on-year sebesar 22,64% dibandingkan dengan pertumbuhan year-on-year tahun 2017 sebesar 21,36%.

“Kepatuhan formal hanya terkait kepatuhan menyampaikan SPT saja dan tidak melihat apakah SPT yang disampaikan secara materiel sudah sesuai dengan ketentuan PPh atau belum,” imbuhnya.

Adapun dengan transparansi informasi keuangan yang bisa diakses oleh Ditjen Pajak melalui pertukaran informasi keuangan baik secara domestik maupun internasional prospek kepatuhan korporasi akan naik.

Pasalnya, dengan keterbukaan tersebut, WP tidak ada pilihan bagi WP untuk curang selain hanya melaporkan kewajiban pajaknya sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

“Tetapi mengingat tax ratio dan tax effort kita yang memang masih rendah yang mencerminkan basis pajaknya masih rendah maka harusnya ekstensifikasi harus lebih digalakkan,” jelasnya.