OECD Curiga Orang Kaya Asia Gelapkan Rp18 Ribu T di Negara Surga Pajak

15 July 2022

CNN Indonesia
Kamis, 14 Jul 2022

Bali, CNN Indonesia — Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan orang kaya Asia ‘menyembunyikan’ uang US$1,2 triliun atau Rp18 ribu triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS) di negara surga pajak (offshore).
Sekjen OECD Mathias Cormann mengatakan penggelapan pajak merupakan tantangan besar bagi seluruh negara di dunia, termasuk di kawasan Asia.

“Diperkirakan US$1,2 triliun kekayaan finansial di Asia berada di off shore, di luar negeri,” ungkap Cormann dalam Asia Initiative Ministerial Meeting and Signing Ceremony di Bali, Kamis (14/7).

Menurut dia, minimal orang kaya mengalihkan dana sebesar US$25 miliar atau Rp375 triliun per tahun ke negara surga pajak.

“Ini dana yang seharusnya bisa digunakan pemerintah di negara Asia untuk rakyat mereka,” terang Cormann.

Di sisi lain, ia mengatakan program tax amnesty dan investigasi pajak luar negeri membuat penerimaan pajak beberapa negara bertambah US$120 miliar.

“Lebih dari US$120 miliar sebagai pendapatan tambahan yang diidentifikasi sejumlah negara lewat program pengungkapan perpajakan dan investigasi pajak luar negeri sejak forum dimulai pada 2009,” jelasnya.

Untuk mengerek penerimaan pajak lebih optimal, OECD mendukung kerja sama yang dilakukan oleh Indonesia dengan 10 negara lain bertajuk Deklarasi Bali.

10 negara yang dimaksud adalah India, Jepang, Singapura, Brunei Darussalam, Korea Selatan, Malaysia, Maldives, Thailand, Hong Kong, dan Makau.

“Tanda tangan Deklarasi Bali menunjukkan komitmen politik mengenai perpajakan,” katanya.

Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap inisiatif di negara-negara Asia ini akan mendorong transparansi pajak di dunia. Dengan deklarasi itu, suatu negara bisa semakin terbuka dalam membagikan informasi pajak ke negara lain.

“Inisiatif ini kemudian akan memperkuat kemampuan kami untuk melanjutkan pertukaran informasi serta menerapkan standar transparansi pajak,” terang Sri Mulyani.

Sementara, ia memproyeksi kerugian negara berkembang lebih besar dibandingkan negara maju jika terjadi penggelapan pajak lintas negara. Maka itu, pendapat dari negara berkembang penting dalam menyusun kerja sama terkait pajak.

“Khususnya partisipasi mereka harus sepenuhnya diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan, sehingga negara berkembang punya pengaruh langsung dalam membentuk aturan pajak internasional,” jelas Sri Mulyani.

(aud/agt)