OECD Soroti Rendahnya Rasio Pajak Indonesia

19 March 2021

CNN Indonesia | Jumat, 19/03/2021

Jakarta, CNN Indonesia —

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menekankan perlunya tindakan untuk mengatasi masalah rendahnya penerimaan pajak di Indonesia.

Pasalnya, rasio pajak terhadap PDB Indonesia hanya 11,9 persen pada 2018, jauh di bawah rata-rata negara yang tergabung dalam OECD sebesar 34,3 persen.

“Kepatuhan pajak yang buruk, insentif dan pengurangan tarif yang meluas, ditambah kurang dari 8 juta orang yang membayar pajak penghasilan pribadi (PPh), membuat tax ratio Indonesia hanya 11,9 persen dari PDB,” ujar Ekonom Senior OECD Andrea Goldstein, Kamis (18/3).

 

Pemerintah sebelumnya telah memperkirakan pendapatan pajak akan turun 20 persen pada tahun 2020. Setelah keluar dari resesi, diperkirakan ada lebih banyak pendapatan dari pajak properti yang akan membantu mengatasi ketidaksetaraan kekayaan sambil berkontribusi pada anggaran pemerintah daerah.

Namun, menurut OECD, peningkatan tarif pajak tertentu seperti cukai untuk tembakau, serta memperluas basis pajak, menutup celah dan meningkatkan kepatuhan pada pajak penjualan juga dapat membantu menopang pendapatan.

“Masalah rendahnya tax ratio banyak terjadi di negara berkembang, tapi ini adalah masalah yang cukup serius di Indonesia,” imbuh Andrea.

Selain masalah pajak, OECD juga menyoroti peranan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pemulihan ekonomi nasional. Pasalnya, meski mereka menikmati kondisi operasional yang menguntungkan, kinerja BUMN tidak merata dan risiko utang perusahaan-perusahaan pelat merah meningkat.

Survei tersebut merekomendasikan penyelarasan tata kelola BUMN dengan global best practices, termasuk menjaga manajemen dan dewan komisaris bebas dari campur tangan pemerintah, serta menerapkan standar integritas yang tinggi, transparan, dan bertanggung jawab.

Kemudian, OECD merekomendasikan penyederhanaan peraturan dan untuk membantu menarik investor swasta dan asing masuk ke Indonesia.

“Indonesia juga harus menjaga kemandirian dan otoritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memastikan dapat secara efektif mendeteksi, menyelidiki dan mencegah pelanggaran,” pungkas Andrea.