Omnibus Law Bikin Penerimaan Pajak Makin Loyo?

30 December 2019

CNBC Indonesia, 30 December 2019 14:08

Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal menyebut penerapan Omnibus Law yang saat ini sedang digadang-gadang akan diterapkan bakal berdampak pada penerimaan pajak. Namun, Yon Arsal terlihat tidak risau akan dampak yang kemungkinan terjadi.

“Dalam jangka pendek mungkin karena skema utama penurunan tarif maka akan berpengaruh (menurun). Namun jangka menengah panjang kita berharap dampaknya lebih banyak dibanding tax expanditure (pengeluaran pajak) yang dikeluarkan dalam waktu pendek. Pasti lah, karena penurunan tarif tentu akan berkurang (penerimaan),” kata Yon Arsal kepada CNBC Indonesia dalam program Power Lunch.

Untuk mengatasinya, Yon Arsal berharap penerimaan dari pos lainnya. Progress yang terasa dari waktu ke waktu menjadi alasannya berharap pada sektor ini. “Di omnibus law ada expanding basenya. Misal untuk digital ekonomi platform kan diatur dengan lebih baik disana,” sebutnya

“Dengan perkembangan ekonomi digital yang juga semakin besar, mudah-mudahan dalam jangka pendek dampak dalam penurunan tarif dapat dicover oleh ekonomi digital ini ekstensifikasi dan intensifikasi yang dilakukan dalam waktu ke waktu,” lanjut alumnus S3 Ilmu Ekonomi di Kobe University, Jepang itu.

Adapun perbedaan antara keduanya adalah ekstensifikasi untuk mencari wajib pajak baru yang belum terdaftar. Sementara intensifikasi memastikan yang sudah mendaftar memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku.

“Di tahun 2020 ekstensifikasi dan intensifikasi kita coba perluas dalam rangka memperluas basis pemajakan yang ada,” kata Yon Arsal.

Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak tetap memiliki target besar di tahun 2020. Yakni meraup Rp. 1.680 triliun dari sektor pajak untuk pendapatan negara.

Jika melihat kondisi saat ini, target tersebut sebenarnya terlalu ambisius. Mengapa tidak?

Penerimaan pajak sampai akhir November 2019 lalu saja baru tercatat Rp 1.136,17 triliun atau 72,02% dari target APBN 2019 sebesar Rp 1.577,56. Dengan realisasi ini, maka masih ada kekurangan penerimaan (shortfall) sekitar Rp 441 triliun yang harus dicapai Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Bahkan, bisa saja tahun ini akan menjadi shortfall terparah sepanjang sejarah RI. Apalagi, kondisi ekonomi RI tahun 2020 diprediksi tidak akan jauh berbeda dibanding tahun ini, tertekan karena perang dagang Amerika Serikat-China.

Jadi bisa dibilang, omnibus law bisa berdampak pada dua sisi. Menurunkan penerimaan pajak atau justru sebaliknya di akhir tahun 2020 mendatang.