Pajak Minimum Global Berpotensi Jadikan Tax Holiday Tidak Efektif

03 November 2022

Rabu, 02 November 2022

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA  Saat ini negara-negara Organisation for Economic Cooperation and Development sedang mematangkan ketentuan mengenai tarif pajak minimum global yang tertuang di dalam Pilar Dua Ketentuan Pajak Global.

Dalam Pilar Dua: Global Anti Base Eresion (GloBE) tersebut mensyaratkan penerapan pajak penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15%.

Pajak minimum tersebut akan diterapkan pada perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas EUR 750 juta pada 2023. Dengan begitu, seluruh negara tidak terkecuali Indonesia wajib menerapkan PPh badan dengan tarif minimum 15% pada 2024.

Adanya kesepakatan tersebut, tentu fasilitas insentif pembebasan pajak atau tax holiday sudah tak efektif lagi untuk diberikan oleh pemerintah. Sehingga apabila Indonesia tetap kukuh akan memberikan fasilitas tersebut, maka pemerintah berpotensi akan kehilangan penerimaan dari perusahaan.

Direktur Perpajakan International Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Mekar Satria Utama mengatakan, bahwa pemberian tax holiday memang akan berpotensi kurang efektif.

Hal ini mengingat insentif tersebut memberikan pengurangan PPh sebesar 50% hingga 100% dari PPh Badan yang terutang.

Dengan demikian, adanya tax holiday maka tarif pajak efektif yang ditanggung oleh wajib pajak akan di bawah tarif minimum 15%, sehingga bisa dikenai top-up tax oleh negara tempat perusahaan multinasional tersebut.

“Dengan menerapkan peraturan ini, aturan mengenai pemberian insentif dalam bentuk pengurangan tarif yang kita sebut dengan tax holiday menjadi tidak efektif lagi. Jadi percuma dong saya kasih penawaran insentif di Papua sana ngak bayar pajak, tapi tetap bayar pajak di salah satu negara lah,” ujar Mekar kepada Kontan.co.id, Rabu (2/11).

Untuk itu, Mekar mengatakan bahwa pendekatan-pendekatan yang bisa digunakan untuk menanggulang isu-isu tersebut masih dalam tahap pembahasan.

Mekar juga menyebut, dalam Pilar Dua juga terdapat ketentuan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT), dimana dengan ketentuan tersebut penghasilan yang kurang dipajaki akibat adanya insentif dapat langsung dipajaki sebelum negara lain menerapkan top-up tax atas penghasilan tersebut.

Sementara itu, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ikhwan mengatakan, sejauh ini pihaknya masih membutuhkan tax holiday sebagai daya tarik investasi.

Tentunya hal ini sangat bergantung sampai pada saat kapan pemberian tax holiday tersebut masih dirasakan dapat menjadi pemanis untuk menarik investasi.

“Tapi kalau di Kementerian Investasi so far kita masih membutuhkan tax holiday sebagai daya tarik investasi,”ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (2/11).