Pemberian fasilitas tax allowance dinilai belum efektif tarik investasi, ini sebabnya

22 January 2020

Kontan, Rabu, 22 Januari 2020 / 20:55 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah terus berupaya menarik investasi dengan memberikan berbagai fasilitas perpajakan.

Pada akhir November 2019 lalu misalnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu, atau sering disebut tax allowance.

Seperti yang telah diberitakan Kontan.co.id (26/12/19), beleid tersebut merupakan  PP sebelumnya yakni PP No.18/2015 dan PP No. 9/2016. Melalui beleid ini, pemerintah merelaksasi ketentuan sekaligus memperluas kategori bidang usaha yang berhak mendapatkan fasilitas keringanan PPh yang dihitung berdasarkan nilai investasi.

Upaya-upaya yang semacam ini tidak lain bertujuan untuk mendorong investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Kendati demikian, upaya ini dinilai belum efektif dalam menarik investasi oleh karena sejumlah alasan. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan bahwa secara praktik, implementasi pemberian insentif tax allowance belum maksimal dalam menarik minat pelaku usaha.

Hal ini disebabkan oleh kendala di lapangan berupa proses klaim pengajuan tax allowance yang sulit dilakukan pada masa awal-awal pemberlakuan insentif 2-3 tahun lalu.

Padahal, Shinta mencatat bahwa gairah investasi dari kalangan pelaku usaha cukup besar pada 2-3 tahun lalu. Sayangnya proses klaim pengajuan tax allowance yang sulit membuat gairah tersebut tidak terakomodasi sepenuhnya oleh fasilitas tax allowance kala itu.

Berbeda dengan masa-masa sebelumnya, Shinta mencatat saat ini mekanisme proses pengajuan tax allowance relatif sudah lebih baik dibanding dengan adanya prosedur dan garis waktu pengajuan yang lebih jelas.

Sayangnya, mekanisme proses pengajuan tax allowance yang sudah baik tidak dibarengi oleh minat investasi yang besar pada masa sekarang. “momentum investasinya tidak tepat, minat investasi sudah turun dibanding 2-3 tahun yang lalu,” jelas Shinta kepada Kontan.co.id (22/01).

Kendati demikian, Shinta menilai bahwa secara konsep, program tax allowance di Indonesia terbilang menarik dan kompetitif dibanding program serupa di negara lain.

Menurutnya, pemberian fasilitas insentif perpajakan seperti tax allowance akan memperkuat arus kas perusahaan sehingga perusahaan dapat memiliki posisi yang lebih kuat dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi produktif seperti settlement utang perusahaan, menyetok komponen bahan baku ketika harga pasar lebih rendah, dan sebagainya.

Selain perkara momentum, kondisi persaingan di pasar juga rupanya menjadi faktor yang bisa memengaruhi efektivitas program tax alllowance dalam menarik investasi.

Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFi) Redma Gita Wiraswasta mengatakan bahwa saat ini pelaku industri tekstil masih dalam kondisi tertekan akibat produk-produk impor yang membludak di pasaran.

Kondisi ini selanjutnya membuat minat investasi di kalangan pelaku industri tekstil menjadi rendah. “Bahkan meskipun aturannya dipermudah kami ragu kalau dalam 2-3 tahun ke depan akan terjadi investasi baru,” kata Redma kepada Kontan.co.id (22/01).

Redma mengakui bahwa secara konsep, program tax allowance menyuguhkan insentif yang menarik. Hingga saat ini, Redma mencatat sudah terdapat tiga anggota APSyFi yang menerima fasilitas perpajakan tersebut pada tahun 2017 dan 2018 lalu.

Namun demikian, Ia menilai pemberian insentif yang demikian sebaiknya juga dibarengi oleh pelaksanaan regulasi impor yang lebih ketat guna menjamin persaingan pasar yang sehat.

“Yang paling penting adalah pemeriksaan di pelabuhan karena banyak barang masuk dengan modus under invoice, undervolume, dan pelarian HS,” ujar Redma (22/01).