PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUU HKPD, Tarif Pajak Kendaraan Dipangkas

24 November 2021

BisnisIndonesia, Maria Elena & Tegar Arief, Rabu, 24/11/2021 02:00 WIB

Bisnis, JAKARTA — Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dipangkas sejalan dengan implementasi opsen di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang telah disepakati pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.n

Dalam Undang-Undang (UU) No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan minimal 1% dan maksimal 2% untuk kepemilikan pertama.

Adapun atas kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya dikenai tarif progresif dengan batas bawah sebesar 2% dan batas atas di angka 10%.

Sementara itu, di dalam RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), tarif PKB ditetapkan minimal 1% dan maksimal 2%, sedangkan tarif progresif maksimal 8%.

Adapun untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih belum memaparkan angka pasti.

Namun mengacu pada UU PDRD tarif BBNKB paling tinggi sebesar 20% untuk penyerahan pertama dan maksimal sebesar 1% untuk penyerahan kedua dan seterusnya.

“Usulan strategis yang disepakati penyesuaian tarif PKB dan BBNKB agar tidak menambah beban wajib pajak,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi di sela-sela Pengambilan Keputusan Tingkat I RUU HKPD, Selasa (23/11).

Sekadar informasi, opsen PKB dan BBNKB merupakan pengganti skema dana bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota.

Opsen tersebut juga akan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga diyakini mampu meningkatkan kemandiriain fiskal daerah tanpa menambah beban di kalangan masyarakat.

Selain merelaksasi tarif PKB dan BBNKB, RUU HKPD juga memberikan pengecualian bagi kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan, termasuk kendaraan listrik, sebagai objek pajak.

Pengecualian tersebut dilakukan untuk mengakselerasi pengembangan kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan, sesuai dengan grand strategy energi nasional.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa RUU HKPD merupakan salah satu instrumen yang disiapkan oleh pemerintah dan DPR untuk melaksanakan reformasi perpajakan di Tanah Air.

Terlebih, tax ratio atau rasio pajak dan retribusi daerah terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) masih sangat kecil. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada 2020 tax ratio daerah hanya sebesar 1,20%. (Lihat infografik).

Menurutnya, relaksasi tarif tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah pusat untuk menguatkan kemandirian fiskal daerah tanpa menambah beban wajib pajak.

“Kami berusaha untuk meningkatkan tax ratio di daerah, terutaa kemandirian daerah. Namun tetap menjaga keseimbangan dari sisi beban masyarakat,” kata Menkeu.

Sri Mulyani menambahkan, implementasi RUU HKPD akan seiring sejalan dengan UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

UU HPP yang mulai diterapkan pada tahun depan diyakini dapat meningkatkan rasio pajak secara nasional, sedangkan RUU HKPD diperkirakan mengerek rasio pajak di level daerah.

PENGUATAN

Menkeu menambahkan, pemerintah pusat mendorong penguatan penerimaan pemerintah daerah melalui peningkatan local taxing power.

Selain opsen PKB dan BBNKB, pemerintah provinsi memiliki kewenangan dalam memungut pajak alat berat dan opsen atas pajak pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).

Terdapat lima jenis pajak yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Pertama pajak restoran, kedua pajak hiburan, ketiga pajak hotel, keempat pajak parkir, dan kelima pajak penerangan jalan.

Melalui RUU HKPD, kelima jenis pajak tersebut diintegrasikan ke dalam satu jenis pajak baru yakni pajak atas barang dan jasa tertentu (PBJT).

Selain mencabut UU PDRD, pengesahan RUU HKPD juga secara otomatis menganulir seluruh substansi yang ada di dalam UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

“RUU HKPD merupakan tindak lanjut atas evaluasi pelaksanaan desentralisasi fiskal yang sebelumnya diatur di UU No. 33/2004,” kata Sri Mulyani.

Menanggapi relaksasi tarif ini, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Arman Suparman optimistis pasar kendaraan bermotor makin menggeliat.

Pasalnya, tarif PKB dan BBNKB yang lebih rendah bakal mendorong masyarakat untuk menambah kepemilikan kendaraan bermotor.

“Penurunan tarif memicu peningkatan investasi, dalam arti jual beli kendaraan bermotor, karena pajak lebih murah,” kata dia kepada Bisnis.