PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK Restitusi Melompat Lebih Tinggi

26 January 2023

Dionisio Damara
Rabu, 25/01/2023

Bisnis, JAKARTA — Dilonggarkannya ketentuan mengenai restitusi mendorong realisasi pengembalian pembayaran pajak melompat amat tinggi sepanjang tahun lalu. Kenaikan yang cukup signifikan ini terseret oleh gelombang besar pengajuan restitusi Pajak Pertambahan Nilai.

Berdasarkan data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, realisasi restitusi pajak sepanjang tahun lalu mencapai Rp280,41 triliun, naik sebesar 42,98% dibandingkan dengan 2021 yang hanya Rp196,11 triliun.

Secara terperinci, realisasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri mencapai Rp223,83 triliun pada tahun lalu, melompat hingga sejauh 65,59% dibandingkan dengan warsa sebelumnya yang hanya Rp131,98 triliun.

Sebaliknya, restitusi yang bersumber dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan justru tergerus 11,88% yakni dari Rp54,29 triliun pada 2021 menjadi Rp47,84 triliun pada tahun lalu. (Lihat infografik).

Tak bisa dimungkiri, lonjakan restitusi ini merupakan imbas dari adanya relaksasi yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Dalam beleid yang berlaku per 1 Januari 2022 itu, pemerintah menyesuaikan jumlah batas lebih bayar restitusi PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak persyaratan tertentu menjadi Rp5 miliar.

Angka batas tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yang hanya Rp1 miliar.

Kondisi ini membuka kesempatan bagi lebih banyak wajib pajak yang termasuk ke dalam PKP untuk mengajukan restitusi atau pembayaran kembali pajak, terutama untuk PPN Dalam Negeri.

“Untuk rincian realisasi restitusi per jenis pajak didominasi oleh restitusi PPN Dalam Negeri sebesar Rp223,83 triliun,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, kepada Bisnis, Selasa (24/1).

Restitusi merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemerintah selama pandemi Covid-19. Instrumen restitusi dipercepat ini juga menjadi jenis insentif yang paling banyak dimanfaatkan.

Bahkan, pagu yang disiagakan oleh otoritas fiskal dalam insentif restitusi dipercepat ini pun telah terlampaui jauh sebelum tutup tahun 2022.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi restitusi dipercepat per 14 Desember 2022 mencapai Rp12,71 triliun, sementara pagu insentif hanya senilai Rp12,65 triliun alias terserap 100,48%.

Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institue Prianto Budi Saptono, mengatakan perubahan batas maksimal restitusi pendahuluan dari Rp1 miliar menjadi Rp5 miliar memang menjadi pendorong lesatan restitusi.

“Alasan itu masih logis karena ada peningkatan restitusi pendahuluan sebagai kebijakan pemerintah membantu likuiditas PKP di masa pandemi Covid-19,” jelasnya.

Dia menambahkan, meningkatnya restitusi pajak ini mengindikasikan bahwa masyarakat dan pelaku usaha masih membutuhkan intervensi fiskal di tengah peulihan ekonomi dari impitan pandemi Covid-19.

Menurutnya, tanpa adanya pelonggaran aturan, potensi kenaikan restitusi pada tahun ini cukup besar sejalan dengan masih dibutuhkannya pendampingan fiskal kepada masyarakat dan dunia usaha untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Senada, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto, memandang wajib pajak banyak yang memanfaatkan pelonggaran ketentuan sebagaimana tertuang dalam PMK No. 209/2021.

Musababnya, seiring dengan disediakannya fasilitas kemudahan ini, maka wajib pajak bisa mendapatkan restitusi yang diajukan tanpa melalui tahap pemeriksaan.

Wahyu menambahkan, secara tidak langsung data restitusi ini juga mencerminkan kondisi ekonomi terkini yang menggambarkan besarnya kebutuhan dana pelaku usaha di tengah momentum pemulihan yang makin solid.

“Bisa saja wajib pajak mengajukan restitusi pendahuluan karena kebutuhan ketersediaan dana atau cashflow,” katanya.

LIKUIDITAS

Sekadar informasi, restitusi menjadi salah satu instrumen yang disediakan oleh pemerintah untuk membantu likuiditas dan kelangsungan dunia usaha dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Dirilisnya PMK No. 209/2021 mempertimbangkan perlunya dukungan pemerintah untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak.

Seiring dengan penyesuaian jumlah batasan menjadi Rp5 miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang dapat memanfaatkan insentif tersebut.

Adapun, kas dari restitusi tersebut dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan bisnis, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Kendati demikian, pemerintah terpantau cukup selektif dalam memberikan restitusi kepada wajib pajak.

Pelonggaran hanya akan diberikan kepada wajib pajak kriteria tertentu yang menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak, serta diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah, dan memperoleh pendapat atau opini wajar tanpa pengecualian.

Apabila tidak dipenuhi, wajib pajak tidak diberikan pengembalian pendahuluan dan dicabut keputusan penetapan sebagai wajib pajak kriteria tertentu.

Syarat ini diberlakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya.

Dengan demikian, akan terwujud pelayanan perpajakan yang setara baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu.

Sementara itu, kalangan pelaku usaha mengakui insentif dan aneka kemudahan yang diberikan pemerintah sepanjang tahun lalu cukup membantu meningkatkan daya tahan pebisnis.

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, mengatakan melonjaknya restitusi mencerminkan bahwa pada dasarnya dunia usaha masih butuh dukungan dari pemerintah.

Di sisi lain, restitusi merupakan wak bagi setiap wajib pajak yang bisa diakses ketika adanya kesalahan dalam transaksi perpajakan.

Dia menambahkan, peningkatan signifikan ini juga disebabkan oleh keputusan pemerintah yang menyediakan fasilitas restitusi dipercepat.

Dengan demikian, pengusaha di Tanah Air berusaha memanfaatkan momentum dan fasilitas tersebut untuk mendapat tambahan likuiditas secara cepat.

“Data restitusi yang meningkat artinya pengusaha banyak mendapat tambahan dana segar untuk menggerakkan ekonomi kembali,” kata Ajib.

Editor : Tegar Arief