Peningkatan beban pajak jadi syarat perpanjangan kontrak tambang, setujukah produsen?

22 July 2020

Kontan, Rabu, 22 Juli 2020 / 18:55 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). PP yang akan diterbitkan salah satunya berisi syarat perpanjangan kontrak pertambangan.

Dari draft poin syarat perpanjangan yang diterima KONTAN, diantaranya adalah penambahan beban perpajakan bagi produsen pertambangan untuk peningkatan penerimaan negara.

Sebelumnya, Perjanjian Karya Produsen Pertambangan Batubara (PKP2B) hanya mengeluarkan dana hasil produksi batubara (DHPB)/royalti sebesar 13,5% ditambah lumpsum payment dan PBBKB 7,5% (reimburse), lalu ada sales tax maksimal 5%, dan PPh Badan 45%.

Sementara, ketika PKP2B kontraknya diperpanjang dan berubah status menjadi IUPK OP pajaknya berubah menjadi: royalti ditambah penjualan hasil tambang (PHT) ditambah barang yang menjadi milik negara (BMN) sebesar 15%. Kemudian PBB Prevaling.

Lalu Pajak daerah prevailing, dan PPN Prevailing sebesar 10%, PPh Badan Prevailing sebesar 25%, serta Earning After Tax (EAT) sebesar 10% dengan porsi 6% untuk daerah dan 4% untuk pusat. (Lihat tabel).

Staff Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arief menyampaikan, pemerintah memberikan syarat yang ketat untuk memperpanjang kontrak PKP2B menjadi IUPK OP. “Itu menjadi syarat utama, menjadi salah satu yang dipersyaratkan oleh pemerintah untuk peningkatan penerimaan negara,” tuturnya.

Sayangnya Irwandy enggan membeberkan poin-poin lain dalam PP turunan dari UU Minerba. Namun yang terang, kata Irwandy, poin yang paling menonjol ialah kenaikan tarif royalti dari PKP2B setelah menjadi IUPK OP.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, sebelum aturan itu difinalisasi, pihaknya meminta supaya pemerintah kembali mengajak diskusi pelaku usaha. Khususnya membahas mengenai substansi rincian tarif dan jenis pajak yang diatur.

Sayangnya ia enggan mengomentari terkait besaran pajak yang tertuang dalam poin-poin syarat perpanjangan kontrak itu.

“Kami harapkan agar dapat dibahas lebih lanjut antara pemerintah dan pelaku usaha,” kata Hendra kepada KONTAN, Rabu (22/7).

Memang, kata Hendra, regulasi ini sangat penting dan mendesak untuk segera diterbitkan. Pasalnya, aturan ini penting bagi kelangsungan bisnis batubara di tanah air. Terlebih bagi para PKP2B yang kontraknya akan berakhir.

Direktur dan Corporate Secretary PT Bumi Resources Tbk (BUMI), DIleep Srivastava menyampaikan, pihaknya optimistis Arutmin dan KPC bakal mendapatkan IUPK OP.

Saat itu terjadi, katanya, BUMI siap untuk mematuhi segala kewajiban sesuai aturan yang berlaku. “BUMI akan mematuhi peraturan, seperti biasanya,” terangnya ke KONTAN,

Dileep pun enggan berkomentar banyak terkait skema peningkatan penerimaan negara yang diusulkan pemerintah, maupun tentang progres permohonan perpanjangan izin Arutmin dan KPC.

Yang pasti, dia berharap agar perpanjangan izin tersebut dapat segera diumumkan Kementerian ESDM. Asal tahu saja, kontrak Arutmin akan berakhir pada 1 November 2020. Sedangkan tambang KPC pada 31 Desember 2021.