Penunggak pajak di Jakarta bisa dipaksa menginap di penjara

18 September 2019

Kontan, Rabu, 18 September 2019 / 10:04 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA.Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa menyandera (gizjeling) penunggak pajak yang tidak mau melunasi tunggakannya.

Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Faisal Syafruddin mengatakan, penyanderaan dilakukan dengan cara mengurung penunggak pajak di lembaga pemasyarakatan (lapas).

“Nanti akan kami titipkan ke lapas, misal di Cipinang atau Salemba, selama enam bulan,” ujar Faisal, Selasa (17/9/2019).

Faisal menjelaskan, penyanderaan dilakukan terhadap wajib pajak yang memenuhi empat kriteria. Pertama, wajib pajak menunggak minimal Rp 100 juta. Kedua, wajib pajak tidak kooperatif. Ketiga, wajib pajak tidak memiliki itikad baik untuk membayar pajak.

“Dan wajib pajak punya itikad ke luar negeri untuk menghindari pembebanan pajak,” kata dia. Wajib pajak harus membayar utangnya dalam waktu enam bulan masa penahanan.

Jika wajib pajak tidak membayar utangnya, penyanderaan akan diperpanjang.

“Tapi, kasus di Direktorat Pajak, biasanya ditangkap beberapa hari saja terus langsung bayar (utang),” ucap Faisal.

Ketentuan penyanderaan wajib pajak Ketentuan soal penyanderaan wajib pajak diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 190 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa.

Pergub itu berpedoman pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

Pasal 44 pergub itu menyebut, penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang tidak melunasi utang lebih dari 14 hari sejak menerima surat paksa berisi perintah untuk membayar utang pajak.

Adapun surat paksa diterbitkan jika wajib pajak tidak melunasi utangnya setelah menerima surat peringatan lebih dari 21 hari dan juru sita BPRD DKI telah menjalankan prosedur penagihan seketika dan sekaligus sebelum jatuh tempo pembayaran utang.

Penyanderaan dilakukan berdasarkan surat perintah penyanderaan yang diterbitkan kepala BPRD DKI setelah mendapat izin tertulis dari gubernur DKI Jakarta.

Jangka waktu penyanderaan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang paling lama enam bulan lagi.

Penunggak pajak yang disandera bisa mengajukan gugatan terkait penyanderaan itu kepada pengadilan negeri.

Jika gugatannya dikabulkan dan sudah berkekuatan hukum tetap, yang bersangkutan bisa mengajukan rehabilitasi nama baik.

Penunggak pajak yang disandera akan dilepaskan setelah melunasi utangnya, jangka waktu penyanderaan habis, dilepaskan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atau berdasarkan pertimbangan gubernur.

Pertimbangan gubernur diberikan jika penunggak pajak sudah membayar 50 persen atau lebih utangnya dan akan mencicil sisa utangnya, sanggup melunasi utangnya dengan menyerahkan garansi, sanggup melunasi utangnya dengan dengan menyerahkan harta kekayaan yang nilainya sesuai dengan utang, berumur 75 tahun atau lebih, atau dilepaskan untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan umum.