PERATURAN PERPAJAKAN, Beleid Antipenghindaran Pajak Diperluas

24 June 2021

BisnisIndonesia, Kamis, 24/06/2021 02:00 WIB

Bisnis, JAKARTA — Indonesia bakal menerapkan General Anti Avoidance Rule sebagai upaya untuk mengantisipasi praktik penghindaran pajak secara agresif. Langkah ini dilakukan menyusul terbatasnya cakupan pencegahan dalam bentuk Special Anti Avoidance Rules dan sejalan tren kebijakan fiskal di dunia.n

General Anti Avoidance Rule (GAAR) adalah ketentuan antipenghindaran pajak untuk mencegah transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak dengan tujuan penghindaran atau tidak mencakup substansi bisnis.

Instrumen pencegahan ini telah digunakan oleh 43 negara di dunia dan direkomendasikan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)/G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan.

Selama ini, UU No. 36/2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) hanya mengakomodasi Special Anti Avoidance Rules (SAAR) sebagai salah satu upaya pencegahan praktik penghindaran pajak.

Sekadar informasi, SAAR adalah ketentuan antipenghindaran pajak yang bersifat khusus.

Di Indonesia, SAAR diimplementasikan melalui pembatasan pembebanan bunga (thin cap), penundaan pembayaran dividen (controlled foreign company/CFC), transfer mispricing, dan penggunaan special purpose company di tax haven country atau negara bebas pajak.

Adapun rencana implementasi GAAR itu tertuang di dalam Rancangan UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Nantinya, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan memiliki kewenangan untuk membuat penetapan atas transaksi yang bertujuan mengurangi, menghindari, dan/atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

“Hal ini ditujukan agar ketentuan antipenghindaran pajak secara efektif dapat lebih fleksibel dan adaptif untuk menangkal model penghindaran pajak yang makin canggih, serta mendorong keadilan bagi wajib pajak,” tulis pernyataan pemerintah dalam RUU KUP yang dikutip Bisnis, Rabu (23/6).

Tercatat ada tiga argumentasi yang digunakan oleh pemerintah sebagai dasar dari implementasi GAAR.

Pertama mengatasi skema penghindaran pajak agresif yang dilakukan dengan tujuan mengurangi, menghindari, dan/atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Kedua melengkapi, menyempurnakan, dan memperkuat ketentuan antipenghindaran pajak di Indonesia untuk mendorong keadilan horizontal di antara wajib pajak sesuai dengan prinsip ability to pay di mana setiap wajib pajak berkontribusi sesuai dengan kemampuannya.

Ketiga mendorong peningkatan penerimaan pajak dengan cara mencegah hilangnya potensi pajak akibat adanya penghindaran pajak agresif.

Sesungguhnya, otoritas perpajakan telah mengantisipasi risiko penghindaran pajak melalui Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau disebut tax treaty.

Namun demikian, P3B memiliki ekses, yakni penyelundupan pajak, di mana wajib pajak pada umumnya memiliki kecenderungan melakukan berbagai upaya untuk mengurangi beban pajak agar penghasilan bersih yang diperoleh dari transaksi di tingkat internasional menjadi lebih besar.

Dalam praktiknya, skema SAAR memang kurang ampuh untuk mencegah penghindaran pajak karena ketentuan tersebut hanya berlaku pada beberapa penerapan tertentu. Faktanya, skema penghindaran pajak atau praktik BEPS makin kompleks.

SOLUSI

Adapun GAAR dinilai bisa menjadi solusi dari terbatasnya kewenangan otoritas pajak dalam membendung kecurangan transaksi. Dengan GAAR, otoritas pajak memiliki kewenangan untuk menganulir atau mengoreksi transaksi.

Anulir atau koreksi dilakukan atas transaksi yang tidak memiliki substansi ekonomi atau dilakukan hanya untuk mendapatkan keuntungan pajak. Singkatnya, GAAR mengatur ketentuan yang belum diakomodasi dalam SAAR.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan negara-negara bersepakat untuk mendesain skema perpajakan yang lebih adil, terutama bagi negara berkembang agar bisa mendapatkan keadilan di saat basis pajak tergerus.

Dia menambahkan, di tengah digitalisasi yang menyebabkan banyak perubahan yang sangat cepat, konsep perpajakan yang selama ini diterapkan bisa jadi sudah tidak relevan.

“Pemerintah juga terus belajar dan mencoba sekuat tenaga untuk berkontribusi mengamankan basis pajak tanpa meninggalkan kerja sama global,” kata Prastowo.

Praktisi perpajakan Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia Sutan R.H. Manurung mengatakan GAAR merupakan antipenghindaraan pajak, yang banyak digunakan banyak negara, dan muncul dalam bagan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

“Setiap negera memiliki GAAR yang berbeda walaupun tampaknya sama. Hubungan antara tax treaty dengan GAAR, tentunya harus kompatibel dengan domestik GAAR,” ujarnya.