PERUBAHAN SKEMA PPN, Praktik Tambal Sulam Menjaga Penerimaan

07 May 2021

BisnisIndonesia, Jum’at, 07/05/2021 02:00 WIB
Bisnis, JAKARTA — Pemerintah seolah menerapkan skema tambal sulam dalam mengelola penerimaan
negara. Hal itu tecermin dari rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai pada tahun depan untuk
menambal hilangnya penerimaan akibat relaksasi tarif Pajak Penghasilan Badan.n
Relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Badan itu terakomodasi di dalam UU No. 2/2020 tentang Penetapan
Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU.
Dalam regulasi tersebut, tarif pajak untuk korporasi dipangkas menjadi 22% pada tahun lalu dan tahun
ini, kemudian kembali diturunkan menjadi 20% pada tahun depan.
Tarif tersebut berlaku bagi wajib pajak dalam negeri dengan ketentuan berbentuk perseroan terbuka,
dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) paling
sedikit 40%.
Relaksasi pajak korporasi ini berdampak sangat besar bagi penerimaan negara. Pasalnya, PPh Badan
merupakan salah satu kontributor terbesar dalam struktur penerimaan pajak.
Sejalan dengan itu, pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun
depan dari yang berlaku pada saat ini yakni sebesar 10%. (Bisnis, 6/5).
Tak hanya itu, pemerintah juga tengah menyiapkan skema multitarif PPN di dalam negeri guna
memaksimalkan penerimaan negara di tengah seretnya setoran pajak akibat terdampak pandemi Covid19 sejak tahun lalu. (Lihat berita halaman 3).
Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, utak-atik tarif PPN dilakukan untuk mengompensasi
hilangnya penerimaan pajak akibat pelonggaran tarif PPh Badan.
Sekadar informasi, realisasi PPN Dalam Negeri per 31 Maret lalu tercatat mencapai Rp53,75 triliun, dan
menjadi penyumbang penerimaan terbesar. Adapun setoran PPh Badan pada periode tersebut Rp20,57
triliun.
Data itu mencerminkan bahwa kedua jenis pajak utama itu memiliki peran yang sangat signifikan
terhadap penerimaan negara. Maka, wajar jika pemerintah mengutak-atik keduanya untuk
memaksimalkan penerimaan.
Bisnis telah menghubungi Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dan Plt. Kepala Pusat
Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.Namun keduanya kompak tak bersedia memberikan jawaban terkait dengan praktik tambal sulam
tersebut. Termasuk rencana konkret mengenai perubahan tarif PPN pada tahun depan.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, dalam beberapa
tahun terakhir komunitas global menghadapi fenomena race to the bottom. Artinya, banyak negara
berlomba untuk menerapkan tarif pajak korporasi yang rendah untuk menarik minat investasi.
Dinamika global tersebut juga direspons oleh Indonesia dengan melonggarkan tarif pajak bagi korporasi.
“Karena sebelumnya memang terjadi fenomema race to the bottom,” kata Fajry kepada Bisnis, Kamis
(6/5).
Menurutnya, baik PPh maupun PPN menjadi dua jenis pajak utama yang paling sering diubah oleh
pemerintah. Namun Fajry menilai bahwa PPh Badan lebih bersifat distortif dan PPN lebih ideal.
DISKRIMINATIF
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menilai kebijakan pemerintah dalam
kedua jenis pajak ini diskriminatif.
Di satu sisi korporasi dimanja karena merasakan berbagai relaksasi tarif yang berlaku sejak tahun lalu
dan berlanjut hingga tahun depan. Namun bagi masyarakat terutama kelas menengah ke bawah,
perubahan tarif PPN menjadi beban ganda.
Tarif PPN yang lebih tinggi dikhawatirkan menggerus daya beli dan konsumsi masyarakat yang pada
ujungnya akan berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ini karena sumber penerimaan makin terbatas karena pandemi dan target penerimaan naik. Maka
kuncinya harus mencari sumber penerimaan baru,” kata Wahyu.
Kebijakan ini sekaligus membebani wajib pajak orang pribadi. Selain merasakan kenaikan tarif PPN,
wajib pajak orang pribadi juga diharuskan menyetor PPh