POLEMIK PAJAK E-COMMERCE: Ini Kesepakatan Antara Pemerintah dan Pelaku Usaha

14 January 2019

Bisnis.com, 14 Januari 2019 21:35 WIB

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan menanggapi polemik implementasi PMK No. 210/PMK.010/2018 tentang Ecommerce dengan menggelar pertemuan antara Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai serta idEA (Asosiasi ecommerce Indonesia).

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wirasakti mengungkapkan pertemuan itu menghasilkan beberapan kesepakatan yang intinya menjadi penengah dari polemik tersebut. Pertama, pedagang atau penyedia jasa tidak wajib memiliki NPWP.

Menurut Nufransa, dalam informasi yang beredar, PMK e-commerce mewajibkan pedagang atau penyedia jasa untuk memiliki NPWP ketika akan mendaftarkan diri pada Online Market Place. Oleh karena itu, pertemuan tadi menyepakati semangat utama dan substansi bahwa pedagang atau merchant tidak diwajibkan untuk ber-NPWP saat mendaftarkan diri di platform marketplace.

“Bagi yang belum memiliki NPWP, dapat memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace. NIK dimiliki oleh seluruh penduduk,” katanya melalui keterangan resmi, Senin (14/1/2019).

Kedua, pemerintah juga memastikan bahwa PMK tersebut tidak dibuat  untuk memenuhi target penerimaan pajak. Implementasi beleid ini, menurut Nufransa, PMK e-commerce tersebut justru untuk menjangkau lebih banyak informasi untuk membangun ekosistem dan database e-commerce yang komprehensif. Data akan dianalisis untuk melihat perkembangan e-commerce di Indonesia sebagai dasar penentuan kebijakan pengembangan bisnis e-commerce pada masa yang akan datang.

“Karena itu, aturan operasional dari PMK tersebut akan memastikan perlindungan terhadap UKM mikro dan kelompok masyarakat yang baru memulai bisnis e-commerce. Detil teknis perlindungan ini akan didiskusikan lebih lanjut dengan pelaku usaha,” jelasnya.

Ketiga, pelaku usaha tidak akan berpindah ke platform media sosial. Dengan adanya pengaturan dan kepastian hukum yang lebih jelas dalam menjamin perlindungan konsumen, diharapkan konsumen akan beralih ke platform e-commerce. Melalui data penjual yang telah teridentifikasi, pembeli akan mendapatkan jaminan ketersediaan dan kesesuaian barang yang dipesan oleh pembeli.

Dengan peraturan ini, juga terdapat persamaan perlakuan antara pengusaha konvensional dan pengusaha yang memasarkan barang ataupun jasanya melalui e-commerce. Hal ini akan memudahkan dan memberikan kepastian hukum bagi pedagang dan penyedia jasa apabila di kemudian hari ada permasalahan di mata hukum.

Keempat, kemudahan data pelaporan data pelaporan oleh penyedia platform marketplace dirancang semudah mungkin sehingga tidak memberatkan semua pihak, termasuk penjual dan pembeli. Kementerian Keuangan akan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, agar pelaporan platform marketplace dapat dipermudah

Dengan adanya aturan PMK e-commerce, ada persamaan perlakuan antara pengusaha konvensional dan pengusaha yang memasarkan barang ataupun jasanya melalui e-commerce. “Ini akan memudahkan dan memberikan kepastian hukum bagi pedagang dan penyedia jasa apabila di kemudian hari ada permasalahan di mata hukum,” ungkapnya.

Kelima, aturan ini juga mpermudah proses impor pengiriman barang e-commerce. Dari aspek kepabeanan, PMK ini memperkenalkan skema Delivery Duty Paid untuk impor barang kiriman dalam rangka memberikan kepastian dan transparansi proses impor barang kiriman dengan pemenuhan kewajiban perpajakan melalui fasilitas penyedia Platform Marketplace domestik. Melalui skema ini, pembeli akan mendapatkan kepastian harga dan pedagang akan mendapatkan kemudahan dalam proses impor barangnya.

“Mekanisme baru kepabeanan ini sedang dalam tahap ujicoba oleh beberapa pelaku usaha marketplace  bersama DJBC,” ujarnya.