PPN Loyo, Policy Gap Atau Compliance Gap?

03 July 2019

Bisnis.com, 03 Juli 2019  |  11:06 WIB

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja penerimaan PPN yang sampai Mei 2019 lalu terus menunjukan tren negatif atau minus 4,41 persen mendapat sorotan DPR.

Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo mempertanyakan alasan pemerintah yang selalu menyebut percepatan restitusi sebagai penyebab melemahnya kinerja penerimaan PPN.

Padahal, menurutnya dengan naiknya produk domestik bruto (PDB), seharusnya kinerja PPN juga akan terus meningkat.

Andreas kemudian menjelaskan, sebagai gambaran, PDB tahun 2018 yang mencapai Rp14.837,4 triliun, dengan PDB yang selalu meningkat penerimaan PPN bisa melebihi tren yang selama ini hanya di kisaran Rp500 triliun.

“Ini apakah karena compliance gap, atau memang karena keberadaan excemption,” ungkapnya dalam rapat dengan Menkeu, Selasa kemarin.

Dalam catatan Bisnis, rumus menghitung efektivitas pemungutan PPN bisa dilakukan dengan tiga cara yakni value added tax (VAT) ratio yang merupakan perbandingan antara penerimaan PPN dengan PDB, VAT efficiency ratio dihitung dari realisasi PPN dibagi tarif PPN yang dikalikan PDB, dan VAT gross collection ratio atau perbandingan realisasi PPN dengan tarif PPN dikalikan konsumsi rumah tangga.

Pertama,  skema VAT ratio. Dengan penerimaan PPN pada 2018 sebesar Rp538,2 triliun dan posisi PDB di angka Rp14,837,4 triliun, VAT ratio pada tahun lalu hanya mencapai 3,6 persen.

Meski lebih baik dibandingkan dengan tahun 2017, namun realisasi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya tahun 2015 yang mencapai 3,67 persen dan  2014 sebesar 4,05 persen.

Kedua, untuk VAT efficiency ratio dengan formula di atas, angkanya masih di kisaran 36,2 persen. Angka itu mengonfirmasi bahwa penerimaan PPN bahwa penerimaan PPN hanya 36 persen dari potensi yang dihitung berdasarkan PDB. Ketiga, skema VAT gross collection ratio dengan tarif PPN 10 persen dan konsumsi rumah tangga yang berada di angka Rp8.269,8 triliun, berada di angka 65,08 persen.

Artinya, pemungutan PPN yang dilakukan oleh Ditjen Pajak, hanya bisa mencakup 65,08 persen dari  total potensi penerimaan yang ada. Padahal rata-rata internasional bisa berada di kisaran 70 persen.

“Makanya ini tadi sebenarnya yang ingin saya tahu adalah VAT gap-nya. Dengan itu kita bisa menelusuri berapa yang disebabkan compliance gap dan policy gap?,” tanyanya.