Proposal Joe Biden Soal Pungutan Perusahaan Digital Jadi Mimpi Buruk Negara Surga Pajak

07 June 2021

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pertemuan kelompok G-7 untuk menetapkan tarif pajak minimum 15 persen bagi perusahaan digital.

Jaffry Prabu Prakoso – Bisnis.com 06 Juni 2021  |

Bisnis.com, JAKARTA – Disetujuinya proposal Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pertemuan kelompok G-7 untuk menetapkan tarif pajak minimum 15 persen bagi perusahaan digital dianggap akan menjadi momok bagi negara surga pajak atau tax heaven countries.

Praktisi Perpajakan Ronsianus B Daur mengatakan bahwa kesepakatan ini membuat tax heaven countries tidak lagi hanya berdasarkan modal kertas untuk menopang pembiayaan pembangunannya.

“Mereka harus mencari alternatif baru untuk membiayai pembangunannya, tidak sekedar menjadi penampung perusahaan fiktif,” katanya melalui pesan instan, Minggu (6/6/2021).

Baca Juga : Biden Pastikan akan Bersama Sekutu Eropa Hadapi Rusia

Ronsianus menjelaskan bahwa perusahaan raksasa digital bakal tidak bisa lagi menghindar pajak pada negara-negara yang menikmati fasilitas layanan digital yang mereka berikan. Ada atau tidak ada kantor fisik akan dikenakan pajak dari laba yang mereka peroleh.

Di sisi lain, negara-negara yang telah membuat aturan sendiri atas pajak digital selayaknya segera melakukan revisi perlakuan perpajakannya sesuai kesepakatan tersebut. Untuk negara berkembang, data keberadaan perusahaan raksasa digital seperti Google, Facebook, Amazon, Apple, dan Microsoft agar rencana mendapatkan berkah dari kesepakatan ini terealisasi.

Baca Juga : China Protes Perintah Eksekutif Biden Soal Larangan Investasi

“Jangan berpikir lagi untuk menggeser laba ke negara surga pajak karena ini adalah kesepakatan global. Di mana-mana dipajaki dengan pagu bawah yang telah disepakati,” jelasnya. Kesepakatan itu, terang Ronsianus bisa menjadi momen pemerintah Indonesia untuk memajaki perusahaan digital yang tidak memiliki kantor di Tanah Air.

Dengan begitu, bisa menambah pundi-pundi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Oleh karena itu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu segera menyiapkan regulasi atas pajak penghasilan. Baca Juga : Siaran Televisi Analog Padam Agustus Mendatang, ATVSI Tak Setuju Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan (UU KUP) pun ditunda dulu sembari menunggu kepustusan final atas pajak raksasa digital. Ini mengingat Inggris dan Perancis siap merevisi UU Pajak Digital yang telah mereka tetapkan.

Apabila masih ingin tetap dilanjutkan, segera masukan poin-poin penting kesepakatan di Inggris tersebut, khususnya tentang tarif pajak atas laba perusahaan digital. Lalu, pemerintah Indonesia segera melakukan lobi politik terhadap kesepakatan G-7 kepada negara anggota G-20 untuk dibahas di Juli mendatang.

Pemerintah juga butuh lakukan lobi politik kepada negara G-7 untuk mendapatkan gambaran secara mendalam tentang poin-poin yang dihasilkan. Setelah itu, buat kajian akademis dengan universitas-universitas untuk mendapatkan masukan sehingga penerapannya nanti tidak menimbulkan gejolak pasar. “Di masa kepemimpinan Trump rencana penetapan tarif minimum pajak atas perusahaan raksasa digital ini sempat ditentang, bahkan sempat menyebabkan renggangnya hubungan Perancis dan Amerika,” ucap Ronsianus.