Punya efek gulir besar, CITA: Insentif pajak untuk properti mewah mendesak dilakukan

06 January 2019

Kontan, Minggu, 06 Januari 2019 / 17:56 WIB

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah berencana memberikan berbagai insentif perpajakan. Beberapa di antaranya mulai dari menaikkan ambang batas pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk properti mewah, menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 untuk pembelian properti, penghapusan PPnBM untuk kapal yacht, hingga adanya rencana menambah insentif penurunan tarif PPh untuk emiten yang sudah melepas 40% sahamnya ke publik.

Sejauh ini, perubahan aturan terkait insentif untuk properti mewah yakni kenaikan ambang batas pengenaan Rp 20 miliar menjadi Rp 30 miliar, dan wacana penurunan PPh Pasal 22 dari pembelian properti dari sebelumnya 5% menjadi 1% masih dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Sementara, perubahan aturan terkait penghapusan PPnBM kapal yacht sudah masuk dalam prolegnas 2019, dan diharapkan bisa diselesaikan tahun ini. Sementara, insentif penurunan tarif PPh untuk emiten masih dalam kajian.

Menanggapi ini, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, aturan terkait insentif pajak untuk properti mewah yang saat ini tengah dalam proses harmonisasi di Kemkumham menjadi persoalan yang dilematis. “Di satu sisi bagus, di sisi lain menjadi lama,” tutur Yustinus kepada Kontan.co.id, Sabtu (5/1).

Padahal, menurut Yustinus pemberian insentif pajak untuk properti mewah ini sudah mendesak untuk dikeluarkan. Pasalnya, adanya keringanan pajak untuk properti mewah akan bisa memberikan dampak yang signifikan dalam menumbuhkan sektor properti dan akan memberikan dampak ganda kepada sektor lain.

Pertumbuhan di sektor properti diangggap dapat memacu pertumbuhan jasa konstruksi, penyerapan tenaga kerja tinggi, bahkan akan berpengaruh ke bagian hilir.

Sementara, aturan terkait penghapusan PPnBM untuk kapal yacht dan juga insentif penurunan tarif PPh untuk emiten yang sudah melepas 40% sahamnya ke publik belum mendesak untuk dilakukan.

Selain insentif untuk properti, Yustinus menilai aturan lain yang mendesak untuk dikeluarkan adalah revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang CFC Rule dan PMK tentang PPN atas ekspor Jasa.