Reformasi Pajak Global Ditargetkan Berlaku 2023

11 October 2021

Senin, 11 Oktober 2021 | 06:17 WIB
Grace Eldora (grace.eldora@beritasatumedia.com)

PARIS, investor.id – Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyampaikan bahwa negara-negara yang sepakat dengan reformasi pajak global minimum 15% telah menargetkan penandatangan konvensi multilateral pada 2022, dan bertujuan menerapkan perombakan ini pada 2023.

Hal itu disampaikan setelah desakan global untuk memberlakukan pajak internasional minimum 15% terhadap perusahaan-perusahaan besar semakin mendekati kenyataan ketika salah satu negara terakhir, Hungaria pada Jumat (8/10) menyatakan setuju bergabung.

Kesepakatan yang ditengahi oleh OECD, yakni penetapan pajak global minimal 15%, bertujuan menghentikan perusahaan-perusahaan internasional dari pengurangan tagihan pajak dengan mendaftar di negara-negara bertarif rendah.

“Perjanjian hari ini akan membuat pengaturan pajak internasional kami lebih adil, dan bekerja lebih baik. Ini adalah kemenangan besar bagi multilateralisme yang efektif dan seimbang,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) OECD, Mathias Cormann yang dikutip AFP.

Menurut laporan, pengumuman masuknya Hungaria tersebut muncul sehari setelah penentang utama lain, Irlandia – yang memiliki tarif pajaknya rendah hingga menarik perhatian Apple dan Google – memutuskan mengalah dan setuju bergabung dengan upaya global.

Pemerintah Hungaria mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa mereka setuju untuk bergabung dengan pajak global setelah mendapatkan konsesi termasuk masa transisi 10 tahun agar tarif khusus tetap berlaku.

Sebagai informasi, Hungaria memiliki tarif pajak 9% bahkan lebih rendah dari Irlandia 12,5%. “Kompromi telah terjadi sehingga kami dapat bergabung dengan sepenuh hati. Hungaria akan dapat mengumpulkan pajak global menggunakan solusi yang ditargetkan,” kata Menteri Keuangan Hungaria Mihaly Varga.

Dengan demikian, lanjut OECD, ditambah Hungaria maka total 136 negara yang mewakili 90% produk domestik bruto (PDB) global kini telah mendaftar. Estonia juga disebut telah bergabung dengan reformasi pajak ini pada Kamis (7/10).

OECD juga mengungkap bahwa Kenya, Nigeria, Sri Lanka, dan Pakistan adalah negara-negara terakhir di antara 140 negara yang telah merundingkan pajak. Sementara itu, Pakistan sudah berada di daftar penandatangan sebelumnya.

Momen Bersejarah

Pembicaraan perombakan pajak yang sudah berjalan bertahun-tahun tersebut mendapat dorongan di awal tahun ini, yakni ketika pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendukung pemberlakuan tarif pajak minimum global setidaknya 15%.

Situasi pandemi virus corona Covid-19 ternyata menambah urgensi reformasi, mengingat banyak negara membutuhkan sumber pendapatan baru untuk membayar program stimulus besar yang dikerahkan selama resesi global tahun lalu.

“Kesepakatan hari ini merupakan pencapaian sekali dalam satu generasi untuk diplomasi ekonomi. Mulai pagi ini, hampir seluruh ekonomi global telah memutuskan untuk mengakhiri persaingan ketat dalam perpajakan perusahaan,” demikian pernyataan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.

Sedangkan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen menyebutnya sebagai momen bersejarah, di mana semua perusahaan harus membayar bagiannya dengan adil.

Asosiasi Industri Komputer dan Komunikasi (Computer and Communications Industry Association/CCIA) yang berbasis di Brussels pun menyambut baik kesepakatan itu. “Ini adalah langkah untuk memastikan bahwa aturan pajak internasional mencerminkan ekonomi global saat ini. Ini adalah langkah penting menuju lebih banyak keadilan, dan kepastian dalam sistem perpajakan global,” kata Wakil Presiden CCIA Christian Borggreen dalam pernyataan.

Sedangkan Facebook mengaku senang melihat konsensus internasional yang muncul.

“Platform media sosial ini telah lama menyerukan reformasi aturan pajak global, dan kami menyadari ini bisa berarti membayar lebih banyak pajak, dan di tempat yang berbeda,” tutur Wakil Presiden Facebook urusan global, Nick Clegg.

Tetapi badan amal Oxfam megeluarkan komentar pedas. “Kesepakatan pajak hari ini dimaksudkan mengakhiri surga pajak untuk selamanya. Sebaliknya kesepakatan ini (malah) ditulis oleh mereka. Kesepakatan ini merupakan kepatuhan yang memalukan dan berbahaya bagi model negara-negara dengan pajak rendah seperti Irlandia,” ungkap Susana Ruiz, pakar kebijakan pajak Oxfam.

OECD mengatakan pada Juli, bahwa 130 negara telah menyetujui pajak minimun setidaknya 15%.

Pemerintah Irlandia akhirnya mengalah setelah kata “setidaknya” dihapus dari reformasi karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kenaikan tarif di masa depan. Pajak rendah yang berlaku di Irlandia telah menjadi daya pikat sejumlah besar perusahaan farmasi dan teknologi, sekaligus menimbulkan tuduhan bahwa negara ini sebagai surga pajak.

Editor : Happy Amanda Amalia (happy_amanda@investor.co.id)