Tax Amnesty Diadakan Lagi, Pengemplang Pajak Bisa Makin Banyak!

11 October 2021

Tim detikcom – detikFinance
Senin, 11 Okt 2021

Jakarta – Indonesia akan menggelar program pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II yang saat ini diberi nama pengungkapan sukarela. Berlaku 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022, kesempatan ini untuk melaporkan ‘dosa’ pajak secara sukarela, lalu diampuni semua sanksinya.
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira mengatakan tax amnesty jilid II merupakan langkah mundur dalam peningkatan kepatuhan pajak. Ini bisa membuat pengemplang pajak semakin banyak dan menyepelekan karena menganggap kebijakan ini bisa dilakukan berkali-kali.

“Ada penurunan kepercayaan terhadap pemerintah karena tax amnesty ternyata berulang lagi, tidak sesuai dengan komitmen tax amnesty di 2016 lalu bahwa setelahnya adalah rezim penegakan hukum perpajakan. Banyak yang berasumsi kalau ada tax amnesty jilid II, kenapa tidak mungkin ada tax amnesty jilid III? Akibatnya tax amnesty akan dijadikan peluang bagi pengemplang pajak,” kata Bhima saat dihubungi, Senin (11/10/2021).

Kebijakan tax amnesty jilid II juga dinilai lemah karena tidak menjelaskan mekanisme screening harta para wajib pajak yang ikut tax amnesty, misalnya melalui penugasan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Selama tidak ada screening dan pengawasan, bisa saja harta yang dilaporkan adalah harta hasil money laundry (pencucian uang), hasil kejahatan, atau aset hasil penghindaran pajak lintas negara. Justru tax amnesty jilid II memberi ruang bagi kejahatan finansial antar negara. Merasa dapat pengampunan, maka tidak perlu ada konsekuensi hukumnya,” tuturnya.

Berdasarkan evaluasi, Bhima mengungkap bahwa tidak ada korelasi antara pengampunan pajak terhadap kenaikan rasio pajak jangka panjang, melainkan hanya temporer.

“Dampak terhadap ekonomi yang perlu diperhatikan adalah crowding out effect. Deposan akan pindahkan dana dari bank untuk bayar tebusan tax amnesty, padahal bank perlu likuiditas untuk dorong pertumbuhan kredit. Akibatnya bank bisa tawarkan bunga lebih mahal. Ini harus jadi perhatian serius,” terangnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Director Political Economy & Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. Dia menilai kehadiran tax amnesty jilid II ada hal-hal politis yang melatarbelakangi.

“Harusnya tidak boleh ada tax amnesty lagi. Ini jelas diundangkan untuk kepentingan kelompok tertentu, kelompok yang dapat uangnya secara tidak sah. Tidak ada tax amnesty diberikan dalam waktu berdekatan,” imbuhnya.