Sri Mulyani Cermati Dugaan Adaro Hindari Pajak

08 July 2019

detikFinance, Senin, 08 Jul 2019 18:33 WIB

 

Jakarta – PT Adaro Energy Tbk (ADRO) diduga melakukan penghindaran pajak dengan melakukan transfer pricing. Dugaan itu muncul dalam laporan yang diterbitkan oleh Global Witness beberapa waktu lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun ikut menanggapi laporan tersebut. Dia mengatakan akan ikut mencermati laporan tersebut.

“Ya kita mencermati apa yang ada di sana. Selama ini kan kita juga memiliki track record-nya dari Adaro, jadi kalau ada data-data yang lain nanti akan dilihat oleh Direktorat Jenderal Pajak ya,” ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Menurut Sri Mulyani, selama ini rekam jejak urusan perpajakan Adaro cukup baik. Bahkan berkali-kali perusahaan batu bara itu mendapatkan penghargaan dari Ditjen Pajak.

Namun menurutnya dugaan akal-akalan pajak itu tetap bisa ditelusuri. Caranya dengan melacak dari rekam jejak pembayaran pajak perusahaan.

“Kan pada hari-hari ini kan sudah cukup transparan dan efektif hubungan antar jurisdiction. Jadi sebetulnya data-data itu pasti nanti bisa kita verifikasi,” tambahnya.

Sekadar tahu, Global Witness menerbitkan laporan yang menyebutkan bahwa Adaro Energy melakukan pengalihan keuntungan perusahaan ke luar negari. Tujuannya diduga untuk menghindari pajak.

Dalam laporannya Adaro melalui memindahkan laba ke jaringan perusahaannya di Singapura, Coaltrade Services International. Upaya itu disebutkan telah dilakukan sejak 2009 hingga 2017.

Adaro diduga telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak US$ 125 juta atau setara Rp 1,75 triliun (kurs Rp 14 ribu) lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan di Indonesia.

Dengan memindahkan sejumlah besar uang melalui suaka pajak, Adaro berhasil mengurangi tagihan pajaknya di Indonesia. Laporan itu menyebutkan pemasukan pajak RI berkurang hampir US$ 14 juta setiap tahunnya.

Masih menurut laporan itu nilai total komisi penjualan yang diterima Coaltrade di negara dengan tingkat pajak rendah seperti Singapura, telah meningkat dari rata-rata tahunan US$ 4 juta sebelum 2009, ke US$ 55 juta dari tahun 2009 sampai 2017.

Lalu lebih dari 70% batu bara yang dijual berasal dari anak perusahaan Adaro di Indonesia. Peningkatan pembayaran ini juga mendorong peningkatan keuntungan mereka di Singapura, di mana mereka dikenakan pajak dengan tingkat rata-rata tahunan sebesar 10%.

Keuntungan dari komisi yang berasal dari perdagangan batu bara Adaro yang ditambang di di Indonesia seharusnya dapat dikenakan pajak di Indonesia dengan tingkat pajak yang lebih tinggi yaitu 50%.