Sri Mulyani Harmonisasi 28 Pasal dalam Omnibus Law Perpajakan

17 December 2019

CNN Indonesia | Selasa, 17/12/2019 06:35 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law tentang Perpajakan akan menyelaraskan tujuh undang-undang (uu) dan 28 pasal.

Ketujuh UU tersebut meliputi UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU tentang Kepabeanan, UU tentang Cukai, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan UU tentang Pemerintah Daerah (Pemda).

“Kami diminta oleh presiden untuk menjalankan salah satu omnibus law yang penting yang disebut super prioritas yaitu omnibus law perpajakan,” katanya, Senin (16/12).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan surat presiden (surpres) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menindaklanjuti omnibus law perpajakan.

Sejalan dengan itu, Kementerian Keuangan juga terus merampungkan rancangan (draft) omnibus law Perpajakan sehingga dapat diserahkan segera kepada anggota dewan. Harapannya, omnibus law perpajakan dapat masuk pada masa sidang DPR 2020.

“Insya Allah bisa selesai pada minggu ini,” imbuhnya.

Sri Mulyani memaparkan omnibus law meliputi enam klaster. Pertama, peningkatan investasi melalui penurunan tarif pajak PPh Badan secara bertahap dari besaran saat ini 25 persen menjadi 22 persen pada 2021-2022. Pemerintah rencananya kembali memangkas PPh Badan menjadi 20 persen pada 2023.

Kedua, wajib pajak yang memperoleh penghasilan dividen luar negeri akan bebas pajak asal menginvestasikan kembali dividennya di Indonesia.

Ketiga, omnibus law perpajakan juga akan mengatur pengenaan pajak bagi orang pribadi yang membedakan warga negara asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI). Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, mereka bisa berubah jadi subjek pajak luar negeri (SPLN) sehingga tidak membayar pajak di Indonesia.

Sebaliknya, orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari mereka akan subjek pajak dalam negeri (SPDN) dan membayar pajak di Indonesia dari penghasilan yang berasal dari Indonesia.

Keempat, meningkatkan kepatuhan pajak. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan akan mengatur ulang sanksi pajak dan bunganya untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Selama ini, Kementerian Keuangan membebankan sanksi sanksi bunga atas kurang bayar dan keterlambatan bayar pajak sebesar 2 persen per bulan.

“Sekarang kami gunakan suku bunga yang berlaku di pasar plus sedikit sanksi administrasinya sehingga wajib pajak merasa lebih mudah untuk patuh kepada undang-undang,” paparnya.

Kelima, terkait persamaan level playing field antara pajak untuk pedagang konvensional dan pedagang melalui platform digital. Ia bilang pemerintah dapat memungut PPN dari pedagang online yang tidak memiliki badan usaha seperti Netflix atau Amazon.

“Ini terutama untuk respons terhadap fenomena ekonomi digital dimana perusahaan tidak ada di Indonesia namun dia dapat income dari Indonesia seperti Netflix dan Amazon, maka mereka tetap akan bisa kami pajaki,” paparnya.

Keenam, ia bilang seluruh insentif pajak akan digabungkan dalam satu kluster. Insentif pajak itu meliputi tax holiday, tax allowance, super deduction tax, dan sebagainya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan omnibus law perpajakan mulai dibahas pada masa sidang 2020. Pasalnya, ia belum menerima surat presiden terkait RUU tersebut. Di sisi lain, DPR akan mulai masuk pada masa reses pada Rabu (18/12) mendatang.

Karenanya, ia tidak dapat menjamin kapan omnibus law perpajakan dapat diselesaikan.

“Mekanisme pertama yang harus saya lakukan adalah menerima surpres dulu terkait apa yang omnibus law diinginkan oleh pemerintah. Setelah itu baru saya bisa melakukan mekanisme selanjutnya,” ujarnya.