Sri Mulyani Lapor Setoran Pajak Kontraksi 3,7% Jadi Rp342,8 T

25 March 2024

NEWS – Arrijal Rachman, CNBC Indonesia

25 March 2024

CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penerimaan pajak Rp 342,88 triliun per 15 Maret 2024. Penerimaan pajak ini turun 3,7% dibandingkan tahun lalu senilai Rp 356,2 triliun.

Menurut Sri Mulyani, tekanan terhadap penerimaan pajak ini disebabkan dampak dari anjloknya harga-harga komoditas.

“Penerimaan pajak kita agak mengalami tekanan karena harga-harga komoditas yang turun mulai tahun lalu. Ini berarti perusahaan-perusahaan mereka meminta restitusi,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/3/2024).

Adapun, dia mengatakan dari penerimaan tersebut tercatat PPh nonmigas memberikan kontribusi hingga Rp 203,92 triliun atau 19,1% dari target. Sementara itu, PPN dan PPnBM mencapai Rp 121,92 triliun atau 15,03% dari target. Lalu, PPh migas Rp 14,48 triliun atau 18,95% dari target.

“Penerimaan pajak kita agak mengalami tekanan karena gara-gara komoditas yang turun mulai tahun lalu ini berarti perusahaan-perusahaan mereka meminta restrukturisasi karena pembayaran masanya mungkin lebih tinggi dari apa yang akan mereka laporkan pada April nanti,” ujar Sri Mulyani.

“Sehingga dengan restitusi netonya kita mengalami tekanan penerimaan pajak kita,” papar Sri Mulyani.

Namun, dari sisi bruto, sebelum dikurangi restitusi pajak masih tumbuh 5,7%. Sri Mulyani mengatakan pihaknya mewaspadai harga komoditas yang menekan penerimaan pajak.

“Kita melihat harga komoditas penerimaan pajak terutama karena tahun lalu turun dan terlihat seasonnya 2024 ini pembayaran dan untuk penurunan PPN dalam negeri dan PPh juga turun terutama yang Migas karena harga migas korektif,” kata Sri Mulyani.

Dari data Kemenkeu, penerimaan PPh 21 sudah mencapai Rp 59,91 triliun hingga 15 Maret 2024. Sri Mulyani mengatakan hal ini karena karyawan pekerja yang pendapatannya dipotong perusahaan dan diserahkan untuk negara PPh 21, kontribusinya mencapai 17,47%

“Pertumbuhannya sangat impresif dalam hal ini yaitu 2024 ini 24,3% kumulatifnya, sedangkan tahun lalu 21,7%,” ujar Sri Mulyani.

Kemudian, PPh 22 impor naik 7,4% menjadi Rp 59,91 triliun hingga 15 Maret 2024. Kenaikan ini disebabkan oleh perubahan kurs. “Kursnya kan mengalami depresiasi sehingga penerimaan dalam rupiahnya lebih gede kalau dia satuannya devisa, kita sudah kumpulkan Rp 16,09 triliun,” kata Sri Mulyani.

Untuk penerimaan PPh Orang Pribadi, Sri Mulyani menuturkan perhitungannya belum selesai. Namun hingga 15 Maret 2024, pencapaiannya sebesar Rp 2,59 triliun dan kontribusinya 0,76%. Capaian pajak ini tumbuh 4,1% dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, Sri Mulyani memaparkan PPh badan mengalami kontraksi. “Ini tadi saya sampaikan mengalami koreksi cukup tajam karena mereka tadi melakukan restitusi karena ada penurunan harga komoditas,” katanya.

Penerimaan PPh Badan tercatat mengalami kontraksi 10,6%. Setoran pajak ini hanya mencapai Rp 55,91 triliun pada 15 Maret 2024. Lebih lanjut, PPh 26 tercatat mencapai Rp 15,35 triliun dan kontribusinya 4,48%. Realisasi ini tumbuh tipis 2,3% dibandingkan tahun lalu.

Adapun, setoran PPh Final tercatat sebesar Rp 30,79 triliun dan kontribusinya 8,98% dari keseluruhan penerimaan. Setoran pajak ini tumbuh 13,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Kementerian Keuangan mencatat realisasi PPN dalam negeri (DN) mencapai Rp 65,03 triliun dan kontribusinya 18,97%. Ini adalah pajak dengan kontribusi terbesar. Biasanya, kata Sri Mulyani, kontributor terbesar selalu PPh 21.

“Ini komposisi sampai Maret kontributor terbesar namun dia mengalami tekanan cukup dalam,” katanya. Penerimaan PPN DN ini tercatat tumbuh 6,9%, namun jika tanpa restitusi maka pertumbuhannya mencapai 7,5%.

“Ini memang fenomena di mana PPh Badan karena koreksi komoditas mereka keluarkan restitusi dari masa bayarnya dan PPN DN juga restitusi cukup besar sehingga brutonya positif 6,9%, tapi netnya 25,8% kontraksi,” ujar Sri Mulyani.

Terakhir, setoran PPN Impor mencapai Rp 51,30 triliun hingga 15 Maret 2024, atau tumbuh 2,4% dari periode yang sama tahun lalu. Meskipun kontraksi ini dipicu oleh kontraksi di sisi industri pengolahan.

“Jadi kontributor terbesar di pajak kita itu mengalami penerimaan kontraksi, tentang penerimaan industri manufaktur Rp 85,29 triliun. Ini lebih dari 1/4 total penerimaan pajak kita dari industri pengolahan dan dia kontraksi dalam 12,3%,” papar Sri Mulyani.

“Ini lagi-lagi karena ada restitusi tadi kalau tidak ada restitusi, industri pengolahan masih tumbuh tipis 1,9%,” ungkapnya.