Tak ingin wajib pajak dipenjara, Ditjen Pajak revisi aturan hukum perpajakan

29 November 2021

Jumat, 26 November 2021

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merevisi aturan hukum perpajakan yakni dengan merelaksasi sanksi administrasi.

Kasubdit Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan tujuannya agar wajib pajak (WP) dapat mengembalikan kerugian negara daripada harus menelan konsekuensi atas tindakanya hingga berujung dipenjara.

“Jadi kalau sampai gijzeling itu upaya terakhir sebelumnya pasti sudah diperingati. Dan pada dasarnya kami tidak ingin wajib pajak dipenjara,” kata Dwi saat Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11).

Oleh karenanya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah mengutamakan asas ultimum remedium yang terdiri dari tahap penyidikan hingga persidangan.

 

Harapannya, dapat memulihkan kerugian pada pendapatan negara dari para wajib pajak bermasalah itu melalui pembayaran denda baik secara sukarela maupun sita aset.

Sementara itu, dalam UU HPP pemerintah merevisi empat jenis sanksi pemeriksaan.

Pertama, sanksi atas Pajak Penghasilan (PPh) kurang dibayar diformulasikan menjadi sanksi bunga per bulan yang mengacu suku bunga acuan ditambah uplift factor 20% (maksimal 24 bulan). Sebelumnya besaran sanksi yang berlaku sebesar 50%.

Kedua, PPh kurang dipotong yang semula sebesar 100% menjadi mengacu pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 20% (maksimal 24 bulan).

Ketiga, sanksi berupa denda atas PPh dipotong tetapi tidak disetor turun dari 100% menjadi 75%.

Keempat, atas pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kurang bayar dibandrol denda 75%, lebih rendah dari aturan sebelumnya yang mencapai 100%.

Kemudian, sanksi setelah upaya hukum atas keberatan menjadi 30%, sebelumnya 50%. Lalu, sanksi atas banding ditetapkan sebesar 60%, turun dari semula 100%.

Terakhir, sanksi atas peninjauan kembali ditetapkan sebesar 60% dalam UU HPP. Sebelumnya, besaran sanksi tersebut tidak diatur.

“Sanksi setelah upaya hukum turun juga karena sudah terlalu tinggi. Keputusan pengadilan, kalau berpihak pada DJP yang tadinya keberatan turun jadi 30% dari 50%,” kata Dwi.