Transfer Teknologi Jadi Poin Penting di Pajak Karbon

25 November 2021

NEWS – Khoirul Anam, CNBC Indonesia

 

25 November 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana mengenakan pajak karbon mulai 1 April 2022, untuk mengurangi emisi karbon yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Salah satunya dengan menerapkan pajak pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang masih menggunakan batu bara. Emas hitam menjadi salah satu komoditas yang disebut sebagai penyumbang jejak karbon terbesar.

Direktur Bara Tabang Alexander Ery Wibowo mengatakan untuk menerapkan kebijakan pajak karbon ini diperlukan masa transisi, apalagi batu bara masih menjadi sumber energi. Selain itu kebijakan pajak karbon memerlukan adanya transfer teknologi dari negara maju ke negara Indonesia.

“Menurut saya tidak adil kalau kita dipaksa terlalu cepat akan diterapkan resurrection-resurrection. Di satu sisi teknologi yang ada masih mahal,” tegasnya dalam CNBC Indonesia Coal Outlook 2021, Rabu (24/11/2021).

Dia menegaskan penerapan pajak karbon memerlukan teknologi yang lebih terjangkau. Dengan begitu produsen dan stakeholder terkait bisa mengoptimalisasi batubara untuk kepentingan nasional.

“Kami memandangnya suatu kesempatan apabila diterapkan, tapi di satu sisi kami merasa perlu transfer teknologi,” kata Alexander.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Adaro Power Dharma Djojonegoro juga mengatakan bahwa teknologi menjadi penting dalam penetapan pajak karbon.

“Teknologi seperti tadi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), kalau kita lihat biaya solar panel kurvanya turun dalam beberapa tahun terakhir. Cuma baterai masih agak mahal. Jadi kita masih menunggu baterai ini sampai murah kapan,” ujar dia.

Meski demikian, penggunaan teknologi seperti PLTS sudah berjalan di Indonesia. Transisi yang kini dilakukan pun memberikan kesempatan bagi pihak swasta.

“Yang penting itu transisinya ini persisnya seperti apa. Seperti tadi 2030, PLTU pertama dipensiunkan, pada 2055 PLTU terakhir dipensiunkan,” kata Dharma.